Oleh: Wahyuddin
Netral.co.id – Sejak didirikan pada 5 Februari 1947 oleh Prof. Dr. Lafran Pane dan 14 rekannya di Yogyakarta, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah menorehkan sejarah panjang sebagai wadah perjuangan mahasiswa muslim dalam mempertahankan Republik Indonesia dan menegakkan ajaran Islam. Dalam semangat itu, HMI terus mencetak kader yang memiliki kesadaran intelektual, spiritual, dan sosial yang kuat sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 Anggaran Dasarnya: “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.”
Tak sedikit tokoh nasional lahir dari rahim HMI mulai dari Nurcholish Madjid, Akbar Tanjung, hingga Anies Baswedan yang menunjukkan bahwa HMI bukan sekadar organisasi, melainkan kawah candradimuka pembentukan pemimpin bangsa. Kiprah organisasi ini juga nyata dalam momen-momen penting sejarah Indonesia, seperti gerakan reformasi 1998 yang menandai lahirnya era baru demokrasi.
Tagline “HMI Inspiratif” bukan sekadar jargon. Ia merefleksikan tekad dan jati diri organisasi untuk menjadi suluh dalam kegelapan memancarkan cahaya keimanan, ilmu, dan pengabdian ke penjuru bangsa. Inspirasi yang ditanam HMI bukan hanya tentang ide, tetapi tentang nilai hidup: keikhlasan, keteguhan iman, dan komitmen pelayanan terhadap umat dan bangsa.
Mengambil teladan dari Nabi Muhammad SAW, kader HMI dituntut menjadi pribadi yang jujur, visioner, dan penyayang seorang pemimpin yang menggabungkan kecerdasan akal dengan kebeningan nurani.
Dengan visi membentuk kader berintegritas dan berkontribusi nyata, serta misi membina potensi, memperkuat nilai keislaman dan keindonesiaan, hingga membangun jaringan strategis, HMI secara aktif membentuk generasi muda yang solutif dan siap bersaing secara global.
Lebih dari sekadar ruang kaderisasi, HMI juga memainkan peran sosial yang signifikan. Di berbagai daerah, HMI menjadi motor penggerak kegiatan kemanusiaan, pendidikan, hingga advokasi sosial. Ini membuktikan bahwa HMI tidak hanya menjadi pengkritik dari kejauhan, tetapi hadir nyata di tengah masyarakat, membawa perubahan secara langsung.
Namun, di tengah era digitalisasi dan globalisasi, tantangan yang dihadapi semakin kompleks dari polarisasi sosial, hoaks, hingga kemunduran moral. Ini menjadi ujian baru bagi HMI untuk tetap relevan tanpa kehilangan identitas. Justru, tantangan ini menjadi peluang bagi HMI untuk mempertegas perannya sebagai garda moral dan intelektual bangsa.
Masa depan Indonesia sangat bergantung pada generasi muda yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berkomitmen pada nilai-nilai luhur bangsa dan agama. HMI memiliki warisan, kapasitas, dan jaringan yang cukup untuk menjadi pelopor dalam misi besar ini. Selama semangat “HMI Inspiratif” tetap hidup dalam dada setiap kader, harapan akan lahirnya masyarakat yang adil, makmur, dan diridhai Allah SWT akan terus menyala.
Comment