HMI Badko Sulsel Tolak Pembangunan Markas Batalyon TNI AD di Tanamalia

Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) HMI Badko Sulsel, Andi Akram Al Qadri

Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) HMI Badko Sulsel, Andi Akram Al Qadri. (Foto: Dok Netral.co.id).

Makassar, Netral.co.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (BADKO) Sulawesi Selatan secara tegas menolak rencana pembangunan markas Batalyon TNI AD di Tanamalia, Kabupaten Luwu Timur.

Penolakan ini disampaikan oleh Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) HMI Badko Sulsel, Andi Akram Al Qadri, usai mencermati keberatan dari masyarakat serta pandangan Walhi Sulawesi Selatan terkait dampak sosial dan lingkungan dari proyek tersebut.

Menurut Akram, rencana pembangunan markas militer ini sejak awal minim keterbukaan dan dinilai jauh dari prinsip partisipasi publik.

Warga Tanamalia, terutama para petani lada yang menggantungkan hidup pada lahan perkebunan, disebut tidak pernah mendapat informasi yang memadai mengenai rencana pembangunan tersebut.

HMI Badko Sulsel melihat pembangunan markas TNI AD berpotensi mengalihfungsikan lahan perkebunan lada yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat setempat.

“Pembangunan ini berpotensi menghilangkan mata pencaharian para petani lada. Negara seharusnya melindungi ruang hidup rakyat, bukan mengancamnya,” tegas Akram.

Ia juga menyoroti munculnya informasi mengenai tekanan terhadap warga terkait pelepasan lahan.

Menurutnya, penggunaan pendekatan militer dalam penyelesaian persoalan agraria hanya akan memperparah ketegangan sosial.

Selain aspek sosial, HMI Badko Sulsel juga mempertanyakan urgensi pembangunan markas batalyon baru tersebut.

Akram menilai tidak ada ancaman keamanan signifikan yang menjadi dasar pembangunan fasilitas militer di wilayah itu.

“Kebijakan pertahanan harus berbasis kebutuhan nyata, bukan ekspansi yang berpotensi mengorbankan masyarakat,” tambahnya.

HMI Badko Sulsel turut menyoroti potensi dampak ekologis karena lokasi pembangunan berada di kawasan yang telah tertekan oleh aktivitas pertambangan.

Minimnya kajian lingkungan yang terbuka menambah keraguan atas keberlanjutan proyek.

Atas berbagai persoalan tersebut, HMI Badko Sulsel menyampaikan empat tuntutan utama:

Menghentikan seluruh proses pembangunan markas batalyon hingga adanya kajian sosial dan lingkungan yang terbuka dan partisipatif.

Mendorong dialog publik terbuka bersama masyarakat, akademisi, organisasi lingkungan, dan pemuda setempat.

Mengakui serta melindungi hak kelola petani lada di wilayah Tanamalia.

Menjamin proses kebijakan pertahanan berjalan sesuai prinsip demokrasi, HAM, dan tata ruang.

Akram menegaskan bahwa pembangunan fasilitas pertahanan tidak boleh mengorbankan masyarakat.

“Negara tidak boleh mengorbankan ruang hidup rakyat dengan dalih pembangunan pertahanan. Kami menolak pendirian markas batalyon di Tanamalia karena sarat masalah sosial, agraria, dan lingkungan. Hentikan proyek ini sebelum terjadi kerugian lebih besar,” tutupnya.

Comment