Jakarta, Netral.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Senin, 7 Juli 2025. Sidang ini merupakan kelanjutan dari permohonan judicial review yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil dan sejumlah perguruan tinggi yang mendorong reformasi sektor keamanan.
Pada sidang sebelumnya, 1 Juli 2025, Pemohon Perkara 45 menghadirkan pakar hukum tata negara, Mohammad Novrizal sedangkan agenda sidang hari ini fokus pada mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari Pemohon Perkara Nomor 69 dan 75, dikutip Netral.co.id dari situs resmi MK (mkri.id), Senin, 7 Juli 2025.
Dalam keterangannya, Novrizal menilai pembentukan UU TNI melanggar prosedur konstitusional. Ia menyebut revisi undang-undang tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22A UUD 1945, serta tidak tercantum dalam Prolegnas Prioritas Tahuna hanya masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah.
Sementara itu, Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara yang dihadirkan oleh Pemohon Perkara 56, menyampaikan bahwa naskah akademik dan rancangan UU TNI tidak pernah dipublikasikan secara resmi. Ia mempertanyakan alasan di balik proses legislasi yang tertutup dan minim pelibatan publik.
“Kalau prosesnya terus begini terburu-buru, minim transparansi maka gelombang penolakan dari masyarakat akan terus terjadi,” ujar dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu dalam persidangan.
Menanggapi gugatan tersebut, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, meminta MK menolak permohonan uji formil. Menurutnya, proses pembentukan UU TNI telah sesuai prosedur dan melibatkan publik melalui berbagai forum diskusi serta penyusunan daftar inventarisasi masalah.
“Pemerintah telah membuka ruang partisipasi seluas mungkin dan memenuhi asas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya dalam sidang 23 Juni 2025 lalu.
Sejak disahkan oleh DPR pada 21 Maret 2025, UU TNI telah menjadi salah satu regulasi paling banyak digugat ke MK, dengan total 11 permohonan. Dari jumlah tersebut, lima gugatan masih diproses, lima lainnya telah ditolak, sementara satu gugatan dicabut oleh pemohonnya.
Comment