Jakarta, Netral.co.id – Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ade Irfan Pulungan, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal telah keluar dari batas kewenangan lembaga tersebut sebagai penguji undang-undang. Ia menyebut MK seolah membentuk norma baru dalam sistem hukum Indonesia.
“Kewenangan MK saat ini bisa dikatakan bukan hanya menguji UU terhadap UUD 1945, tapi juga menciptakan norma baru dalam UU atau bahkan dalam UUD 1945 itu sendiri,” ujar Irfan, Jumat (4/7/2025).
Menurutnya, putusan tersebut menimbulkan keberatan di kalangan partai politik karena jeda waktu antara pemilihan anggota DPR RI dan pemilihan anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota menjadi terlalu lama. Hal ini, menurut Irfan, berpotensi mengganggu sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program pembangunan serta visi-misi presiden dan wakil presiden.
“Periodisasi antara Presiden dan kepala daerah menjadi persoalan penting. Jika jedanya sampai dua atau dua setengah tahun, bisa terjadi satu masa jabatan presiden diikuti oleh dua kali pergantian kepala daerah,” jelasnya.
Irfan juga menyinggung gelombang penolakan dari sejumlah fraksi di DPR RI terkait putusan ini. Ia mempertanyakan dasar hukum permohonan yang dikabulkan MK serta menyebut bahwa isi putusan justru bertentangan dengan semangat konstitusi yang telah mengatur pemilu legislatif secara serentak.
“Pemilu legislatif itu kan meliputi DPR RI, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota. Itu jelas diatur lima tahun sekali dalam UUD 1945. Putusan MK ini justru menimbulkan interpretasi berbeda yang memicu perdebatan,” katanya.
Tak hanya itu, Irfan menduga putusan MK tersebut sarat muatan politik dibanding pertimbangan hukum yang murni. Ia khawatir, keputusan ini bisa menimbulkan kebuntuan politik atau bahkan krisis konstitusi jika tidak ditindaklanjuti dengan baik.
“Putusan ini sepertinya cenderung lebih banyak dimensi politiknya daripada dimensi hukumnya,” ujarnya.
Untuk itu, ia mendorong agar MK bersama para pemangku kepentingan segera membuka ruang dialog guna mencari solusi. Meski putusan tidak dapat diubah, menurut Irfan, penting bagi MK untuk menjelaskan pertimbangan hukumnya secara terbuka agar tidak menimbulkan dampak negatif di masa depan.
“Putusannya memang tidak bisa dibatalkan, tapi pertimbangan hukumnya perlu dikomunikasikan bersama agar tidak memicu dampak yang lebih besar,” pungkasnya.
Comment