Jakarta, Netral.co.id – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti lambannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berbeda nasib dengan RUU BUMN dll.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menilai keterlambatan ini kontras dengan cepatnya proses legislasi RUU lain yang dinilai selaras dengan kepentingan elit politik dan oligarki, seperti RUU BUMN dan RUU Minerba.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset: Langkah Krusial Melawan Korupsi dan Menyelamatkan Aset Negara
“Perbedaan nasib antara RUU Perampasan Aset dan RUU BUMN mencerminkan arah kerja DPR yang lebih berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, khususnya oligarki partai politik,” ujar Lucius, Kamis (29/5/2025).
Lucius menduga bahwa RUU Perampasan Aset tidak menjadi prioritas karena berpotensi mengganggu kepentingan para pemilik kekuasaan dan modal yang memiliki kedekatan dengan para legislator.
“RUU ini bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri, sehingga enggan dibahas,” lanjutnya.
Sementara itu, DPR menyatakan alasan tertundanya pembahasan adalah karena masih menunggu selesainya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar hukum dari RUU Perampasan Aset.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset Segera Difinalisasi, Pemerintah Matangkan Draf Bersama PPATK
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menjelaskan bahwa KUHAP harus dituntaskan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan benturan hukum di kemudian hari. “RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Polri baru bisa dibahas setelah KUHAP selesai, karena KUHAP menjadi landasan hukumnya,” ujar Adies di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Politikus Partai Golkar itu juga membantah adanya penguluran waktu secara sengaja. Ia menyebut Komisi III DPR bahkan menggelar rapat di masa reses demi mempercepat penyelesaian KUHAP.
Comment