Adu Kekuatan Ratusan Jenderal Vs Wapres Gibran Rakabuming Raka

Akhir-akhir ini adu kekuatan antara ratusan purnawirawan Jenderal TNI dengan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka ramai di perbincangkan semua kalangan.

Karikatur Wapres, Gibran Rakabuming Raka bersama tiga serdadu bugar. (Foto: Netral.co.id/F.R)

Netral.co.id – Akhir-akhir ini adu kekuatan antara ratusan purnawirawan Jenderal TNI dengan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka ramai di perbincangkan semua kalangan.

Tak sedikit yang menilai mulai ironi 36 tahun loyal, Wapres Gibran Rakabuming Raka dari king maker sampai jadi sasaran tembak. Apalagi, politik “filter bubble”, risiko legitimasi MPR hingga reputasi TNI di era swipe‑up.

  1. Ironi “36 Tahun Loyal”

Mayoritas purnawirawan yang menandatangani desakan pernah puluhan tahun bersumpah setia pada keputusan politik negara. Kini justru mereka menantang putusan KPU serta mandat 96 juta suara sah untuk Prabowo–Gibran.

Baca Juga: Desakan Ratusan Jenderal Ganti Wapres Gibran Tuai Pro–Kontra di Media Sosial

Bagi sebagian publik, aksi itu terasa seperti “reuni senior” yang telat membaca peta demokrasi 2024—di mana legitimasi lahir dari kotak suara, bukan ruang makan sesepuh.

  1. Gibran: Dari “King Maker” ke “Sasaran Tembak”

Setahun lalu, nama Gibran disebut‑sebut hanya sebagai pemanis elektoral. Begitu pasangan itu menang, justru Gibran yang pertama diincar untuk digeser.

Sinyal ini mengindikasikan perebutan posisi strategis 2029 sudah dimulai lebih cepat—bahkan sebelum pelantikan. Pendeknya: panggung RI‑2 ternyata lebih seksi daripada kursi RI‑1 yang “dikunci” Prabowo.

  1. Politik “Filter Bubble”

Jika membaca linimasa, pendukung dan penolak desakan berada di dua ruang gema terpisah. Komentar pro‑Gibran membanjiri akun berita arus utama; sebaliknya, kritikan tajam bergaung di kanal aktivis sipil.

Fenomena ini menegaskan algoritma media sosial kian menjadikan politik sekadar kontes “likes” dalam kamar gema—sementara dialog substansial tercecer di kolom balasan.

  1. Risiko Legitimasi MPR

Desakan yang dilempar ke meja MPR menempatkan lembaga tinggi negara itu di persimpangan: menanggapi berarti membuka kotak pandora sengketa politik usai pemilu; membiarkan bisa dituding mengabaikan “suara senior TNI”.

Baca Juga: Timbul Tenggelam Wapres Gibran Dinilai Sangat Buruk dan Serba Salah

Apa pun sikapnya, MPR akan diuji ­—bukan saja oleh jenderal purnawirawan, tetapi oleh publik daring yang kini memegang senjata baru: trending topic.

  1. Reputasi TNI di Era Swipe‑Up

TNI aktif telah terang‑terangan menjaga jarak. Namun, perbincangan warganet lumpuh pada satu pertanyaan: “Jika purnawirawan saja kompak bersikap politik, apakah netralitas prajurit benar‑benar steril?” Jawaban resmi tak cukup; di era swipe‑up, citra instansi bisa runtuh hanya oleh satu utas viral.

Comment