Netral.co.id, Makassar – Berkembangnya era revolusi industri 4.0 dan era masyarakat 5.0 sangat berdampak dalam dunia pendidikan. Ini menjadi bahan diskusi virtual yang digelar Konklusi Indonesia dengan tema “Disrupsi Dunia Pendidikan Era 5.0”.
Konklusi Indonesia yang merupakan sebuah komunitas yang berdiri tahun 2021 yang digagas oleh anak-anak muda penggiat pendidikan seperti Andi Sukma Putra (Founder) Wahyu Hidayat, Nur Amaliah Akhmad (Co-Founder), Andi Nur Samsi dan lainnya dengan tujuan sebagai wadah untuk berbagai perspektif terhadap ragam fenomena dalam tinjauan multi disiplin ilmu. Anggota Konklusi Indonesia terdiri dari akademisi dan praktisi pendidikan, serta terbuka untuk khalayak umum.
Dalam diskusi virtual tersebut menghadirkannya sejumlah narasumber di antaranya Nazura Movlvi (Crescent International School), Irma Lismayani, M.Pd, (Duta Rumah Belajar Pemprov Sulawesi Tenggara), Hasbullah, S.Pd.,Gr.
(Duta Sains SDN Pembina Tolitoli), Andries Riesfandhy, S.IP.,M.Si (Staf Ahli Ketua Kelompok DPD RI di Badan Pengkajian MPR RI)
Staf ahli dari Pak Tamsil Linrung di MPR RI, Andries Riesfandhy memaparkan, tentang perubahan yang begitu cepat di era disrupsi ini yang kita kenal dengan Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan.
Menurut dia perubahan dibuat bukan hanya cara mengajar, namun yang terpenting adalah perubahan dalam perspektif konsep pendidikan itu sendiri. Untuk itu, pengembangan kurikulum untuk saat ini dan masa depan harus melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik dan keterampilan hidup.
“Kemampuan untuk hidup bersama (kolaborasi), berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Mengembangkan soft skill dan transversal skill, serta keterampilan tidak terlihat berguna dalam banyak situasi kerja, seperti keterampilan interpersonal, hidup bersama, kemampuan menjadi warga negara berpikiran global, serta literasi media dan informasi,” jelas Andries Riesfandhy melalui rilis yang diterima Netral co.id, Sabtu 14 Mei 2022.
Founder lembaga riset serum institute tersebut menambahkan revolusi industri 4.0 di era society 5.0 dalam dunia pendidikan menekankan pada pendidikan karakter, moral, dan keteladanan.
“Ini dikarenakan ilmu yang dimiliki dapat digantikan oleh teknologi, sedangkan penerapan soft skill maupun hard skill yang dimiliki tiap peserta didik tidak dapat digantikan oleh teknologi,” ungkapnya.
Lebih jauh dia menjelaskan dalam hal ini diperlukan kesiapan dalam hal pendidikan berbasis kompetensi, pemahaman dan pemanfaatan IoT (Internet of Things), pemanfaatan virtual atau augmented reality dan penggunaan serta pemanfaatan AI (Artifical Intelligence).
“Tapi yang paling penting dalam skala lebih luas, Indonesia harus mampu melihat sisi lain yang lebih strategis dan mendesak untuk ditekuni, yaitu isu lingkungan,” tegasnya.
Teknologi berkembang pesat dan kita tidak menjadi kreator kunci pada segmen tersebut, sehingga kita harus melihat sisi lain yang diusung society 5.0 yaitu sustainable development.
Itulah peluang Indonesia bermain dalam pentas dunia. Jika kita belum mampu menemukan teknologi memperbaiki lingkungan, setidaknya kita punya cara alami memperbaiki iklim (nature base climate solution) dengan mendorong penghijauan lingkungan, dan di waktu bersamaan mendorong literasi lingkungan menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan.
“Masalah lingkungan adalah masalah global, kesadaran untuk membangun kolaborasi memperbaiki lingkungan harus segera terwujud. Bukan menjadi agenda sampingan,” tutupnya.
Comment