Jakarta, Netral.co.id – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, mengkritik pembagian anggaran pendidikan nasional yang dinilai timpang dan tidak berpihak pada institusi pelaksana utama pendidikan dasar dan menengah.
Dalam forum diskusi bertajuk Webinar Konstitusi: Hak Atas Pendidikan Dasar Gratis Pasca Putusan MK, Kamis, 26 Juni 2025, Atip menyebut hanya sekitar 4,63 persen dari total alokasi 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang benar-benar sampai ke kementeriannya.
“Ini sangat ironis. Kami yang menjalankan langsung amanat wajib belajar justru mendapatkan porsi paling kecil,” kata Atip.
Menurut Atip, hal ini terjadi karena konsep “fungsi pendidikan” dalam konstitusi diartikan terlalu longgar. Banyak kementerian mengklaim menjalankan fungsi pendidikan dan turut menyerap anggaran 20 persen tersebut.
Padahal, ujar Atip, makna “fungsi pendidikan” seharusnya dikaji ulang dengan pendekatan hukum tata negara, untuk mencegah pembagian anggaran yang tidak proporsional.
“Fungsi pendidikan itu harus jelas. Kalau tidak, anggaran 20 persen akan tersebar ke mana-mana tanpa efek nyata bagi pendidikan dasar,” ujarnya.
Pernyataan ini dilontarkan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperkuat hak atas pendidikan dasar gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.
MK menyatakan negara wajib menyediakan layanan pendidikan dasar yang bebas biaya sebagai bentuk pemenuhan hak konstitusional warga negara.
Namun Atip menilai, putusan tersebut hanya bisa dijalankan jika struktur pembiayaan dirombak. Ia khawatir, tanpa reformulasi kebijakan anggaran, layanan pendidikan gratis hanya menjadi retorika.
“Anggaran 20 persen itu batas minimal, bukan maksimal. Tapi kalau diklaim oleh terlalu banyak pihak, yang benar-benar mengelola pendidikan bisa tak kebagian cukup,” tambahnya.
Menutup pemaparannya, Atip mengajak akademisi dan pakar hukum tata negara untuk bersama-sama menyusun peta jalan kebijakan anggaran pendidikan yang lebih adil dan fokus.
Comment