Makassar, Netral.co.id — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menerima silaturahmi Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar di ruang kerja Wali Kota, Kamis (23/10/2025).
Hadir, Ketua HMI Cabang Makassar, Sarah Agus Alim memimpin langsung pengurus ke kantor balai kota Makassar.
Pertemuan tersebut membahas rencana pelaksanaan Kelas Progresif Bertema “Reformasi Jalan Perlawanan”, digelar oleh pengurus HMI, sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan organisasi kepemudaan dalam membangun kota.
Pada pertemuan itu, Munafri menekankan pentingnya peran pemuda sebagai agen perubahan, terutama dalam isu-isu strategis seperti kebersihan kota, pemberdayaan ekonomi, peningkatan kompetensi tenaga kerja, dan pemanfaatan digitalisasi.
Dalam arahannya, Munafri mengajak HMI turut aktif dalam penanganan masalah sampah di Makassar melalui program Bank Sampah Pemuda. Menurutnya, masalah kebersihan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah.
Ia menjelaskan, saat ini Makassar menghasilkan 100 ton sampah per hari, dengan 60 persen merupakan sampah organik.
Untuk sampah plastik, sudah ada empat pabrik pengolahan plastik berkapasitas 50 ton per hari yang siap menampung sampah layak daur ulang dari masyarakat.
“Sampah plastik itu punya nilai ekonomi. Pabrik mau beli antara Rp5.000 sampai Rp11.000 per kilogram. Kalau ini dikelola dengan baik melalui bank sampah, uangnya akan berputar di masyarakat,” jelasnya.
Munafri juga memaparkan bahwa Pemkot Makassar telah menjalankan sistem penanganan sampah terintegrasi mulai dari rumah tangga hingga Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Ada empat metode utama yang diwajibkan diterapkan di tingkat RT/RW. Pembuatan komposter rumah tangga, Produksi eco-enzyme, Budidaya maggot, dan Pembuatan teba modern (lubang pengolahan sampah komunal)
“Target kami tahun 2027 adalah rumah tangga zero waste. Saya tegaskan, mulai tahun depan sampah rumah tangga yang tidak dipilah tidak akan diangkut petugas kebersihan. Ini sistem reward and punishment,” katanya.
Ia mencontohkan salah satu pelaku ekonomi sirkular di Makassar, pada Kecamatan Panakkukang, yang berhasil membudidayakan 600 kilogram maggot setiap hari.
Satu kilogram maggot makan 5 kilogram sampah organik. Dengan 600 kilogram maggot, dia butuh 3 ton sampah per hari.
“Sampahnya sekarang dikirim dari Pasar Kalimbu dan Pasar Terong. Hasil maggotnya jadi pakan lele dan ayam, dibuat tepung, bahkan dijual hidup,” tuturnya.
Appi juga memaparkan upaya pemerintah mengurangi beban TPA Tamangapa yang kini sudah mencapai 17 meter tinggi timbunan sampah di atas lahan 19,1 hektare.
Saat ini, Pemkot Makassar sedang mendorong dua proyek energi berbasis sampah. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan Refuse-Derived Fuel (RDF) sebagai pengganti batu bara
“Menteri Lingkungan hidup menyampaikan, kalau ada pabrik semen kurang dari 50 km, RDF bisa dijual dan jadi pendapatan daerah,” jelasnya.
Selain isu lingkungan, Munafri juga mengajak HMI berkolaborasi dalam peningkatan kualitas SDM melalui program Training Hub di Makassar Creatif Hub (MCH), pusat pelatihan keterampilan kreatif di Makassar.
“Training Hub bukan hanya milik pemerintah. Teman-teman HMI bisa bikin Training Hub sendiri. Pemerintah justru mendorong agar organisasi kepemudaan punya pusat pelatihan mandiri,” ucap Munafri.
Menurutnya, Training Hub telah banyak membantu anak muda Makassar mendapatkan pekerjaan bahkan membangun usaha berbasis komunitas.
“Banyak yang bilang program ini eksklusif. Tidak benar. Semua terbuka. Perusahaan justru datang sendiri mencari tenaga kerja fresh graduate di sana,” tambahnya.
Dalam pertemuan itu, Munafri mengapresiasi kegiatan Kelas Progresif HMI dan berharap outputnya tidak berhenti pada tataran diskusi.
“Saya ajak HMI bukan hanya bicara perubahan, tapi ikut kerja dan turun ke masyarakat. Kita bangun Makassar bersama,” tutupnya.
Comment