Jakarta, Netral.co.id – Jakarta Internasional Stadium (JIS) kembali menjadi sorotan publik, kali ini bukan karena pertandingan atau event besar, melainkan wacana pengelolaannya akan jatuh di tangan swasta. Stadion megah berkapasitas 82 ribu penonton ini merupakan aset milik PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Jakarta yang dibangun untuk menjadi ikon sepak bola nasional serta memiliki standar berskala internasional.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, tak menutupi bahwa minat pihak swasta sangat besar.
“Sekarang banyak orang datang untuk meminta menjadi pengelola manajemen JIS. Dan itu menunjukkan bahwa dengan diatur seperti itu saja sudah banyak yang mau,” ujarnya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
Pernyataan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pintu kesempatan terbuka lebar bagi mereka yang siap (pihak swasta) dan mampu mengambil peran, termasuk Persija Jakarta, yang musim ini resmi menjadikan JIS sebagai markas dalam mengarungi BRI Super League 2025–2026.
Peluang Persija Terbuka
Pengelolaaan stadion oleh klub-klub sepak bola di Eropa bukanlah hal baru di dunia. Misalnya di Eropa, banyak klub mengelola stadionnya sendiri dan memanfaatkannya untuk meningkatkan pemasukan, baik dari tiket pertandingan, sewa fasilitas, maupun kegiatan non-olahraga seperti konser, pameran dan event-event lainnya.
Secara legal, peluang Persija untuk mengelola JIS memang ada. Sebagai klub profesional yang berada di bawah PT Persija Jaya Jakarta, mereka memiliki badan hukum dan struktur organisasi yang memungkinkan untuk menjadi pengelola fasilitas olahraga, seperti JIS. Persija bisa mengoptimalkan branding klub serta potensi komersial stadion, mulai dari tiket pertandingan, penyawaan untuk event hingga pemanfaatan fasilitas penunjang lainnya. Namun, di balik peluang itu, realita finansial klub Macan Kemayoran membuat kemungkinan tersebut terlihat tipis.
Berbeda dengan klub-klub di Eropa memiliki pondasi finansial keuangan yang kuat dan sponsor yang besar seperti Qatar Airwais ,Adidas Rakuten Fly Emirates, Three dan sejenisnya. Persija saat ini berada dalam kondisi finansial yang tidak baik-baik saja, masalah ini bukan sekedar isu internal, melainkan sudah menjadi pembicaraan terbuka di kalangan pemain, supporter, bahkan asosiasi sepakbola profesional.
Kondisi Finansial Persija: Dari Tunggakan Gaji Hingga Krisis Kepercayaan
Musim lalu menjadi catatan pahit, Klub ini tersandung masalah keterlambatan pembayaran gaji pemain. Pelatih karteker Ricky Nelson secara terbuka mengakui memang sempat ada masalah internal setalah putaran kedua-gaji pemain terlambat. Keluhan juga datang dari ketua The Jakmania, Dicky Budi Ramadhan, yang mengkritik gaya belanja pemain yang tidak seimbang dengan kemampuan finansial klub. Bahkan Asosiasi Sepakbola Profesional Indonesia (APPI) memastikan sejumlah pemain mengalami tunggakan gaji hingga dua sampai tiga bulan.
Kondisi ini bukan hanya memengaruhi hubungan klub dengan pemain, tetapi juga menggerus kepercayaan pemangku kepentingan lainnya. Dalam industri sepak bola profesional, reputasi finansial yang buruk bisa menjadi hambatan besar dalam mendapatkan investasi dan kerja sama strategis. Ketidak pastian ini menimbulkan risiko besar jika persija tetap memaksakan ingin memegang kendali penuh terhadap Jakarta International Stadium (JIS).
Uluran Tangan Gubernur DKI
Tahun ini, Gubernur DKI bahkan turun tangan membantu Persija dengan menghadirkan BUMD sebagai sponsor, di antaranya PAM Jaya, Bank Jakarta, MRT Jakarta, Transjakarta, termasuk Jakpro selaku pemilik aset JIS yang turut memberikan keringanan biaya sewa stadion dan memprioritaskan Persija untuk menggelar pertandingan kandang. Langkah ini untuk membantu menutup sebagian kebutuhan operasional, namun bantuan tersebut lebih bersifat penopang sementara. Sebab, bergantung pada dukungan sponsor dari BUMD saja tentu bukan strategi berkelanjutan dan solusi jangka panjang bagi klub sebesar Persija, terlebih jika ditambah tanggung jawab mengelola aset sekelas JIS.
Mengelola JIS: Bukan Perkara Mudah
Mengelola stadion sekelas JIS bukanlah pekerjaan ringan. Biaya operasionalnya mencapai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah per tahun, mulai dari perawatan rumput standar FIFA, keamanan, kebersihan, listrik, serta fasilitas lainnya hingga promosi acara. Bagi klub yang masih berjuang membayar gaji tepat waktu, beban ini bukan hanya tantangan, tetapi bisa menjadi risiko besar yang memperburuk krisis finansial.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentu tidak ingin aset bernilai triliunan rupiah itu jatuh ke tangan pengelola yang tidak siap. Jakpro, sebagai pemilik aset, akan memilih mitra yang mampu menjaga kualitas stadion, memastikan operasional berjalan lancar, dan memberi pemasukan bagi daerah. Dengan rekam jejak keuangan Persija saat ini, sulit membayangkan mereka bisa memenuhi semua prasyarat tersebut.
Pada akhirnya, peluang bagi Persija itu ada, tetapi jaraknya dengan kenyataan sangat lebar. Persija mungkin akan terus menggunakan JIS sebagai markas kebanggaan, namun menjadi pengelola penuh stadion ini tampaknya masih sebatas mimpi yang menuntut modal besar, manajemen rapi, dan stabilitas finansial tiga hal yang hingga kini belum benar-benar mereka miliki.
Comment