Transformasi UMKM Sumbawa: Dari Bertahan Hidup Menuju Bisnis Berkelanjutan

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Sumbawa tengah mengalami proses transformasi penting dari pola usaha bertahan hidup (survival economy) menuju manajemen bisnis berkelanjutan. Hal ini tergambarkan dari hasil penelitian lapangan terhadap tiga pelaku UMKM sektor kuliner di wilayah Hoyohilir, yaitu EsThe Desa milik Mas Sami, Pop Ice Boba milik Mba Yuyun, dan Abah Haus milik Mba Ririn.

Pelaku UMKM Kabupaten Sumbawa. (Foto: Netral.co.id)

Sumbawa, Netral.co.idUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Sumbawa tengah mengalami proses transformasi penting dari pola usaha bertahan hidup (survival economy) menuju manajemen bisnis berkelanjutan. Hal ini tergambarkan dari hasil penelitian lapangan terhadap tiga pelaku UMKM sektor kuliner di wilayah Hoyohilir, yaitu EsThe Desa milik Mas Sami, Pop Ice Boba milik Mba Yuyun, dan Abah Haus milik Mba Ririn.

Ketiganya memulai usaha dengan motivasi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Mas Sami menggunakan modal awal dari hasil menjual bensin, sementara Mba Yuyun memulai bisnisnya hanya dengan Rp200 ribu. Meski awalnya bersifat sementara dan tidak terstruktur, muncul kesadaran pentingnya investasi jangka panjang sebagai bekal masa depan. “Usaha ini buat tambahan, tapi juga investasi jangka panjang,” ungkap Mas Sami.

Tantangan Daerah dan Adaptasi Pelaku Usaha

UMKM Sumbawa menghadapi tantangan khas daerah terpencil, mulai dari distribusi bahan baku hingga infrastruktur jalan. Mas Sami mengungkapkan kerap mengalami kendala pasokan karena bahan baku berasal dari luar daerah. “Paket sering terlambat, apalagi kalau dari Jakarta,” ujarnya.

Meski demikian, para pelaku UMKM menunjukkan kemampuan adaptif yang tinggi. Untuk mengatasi masalah logistik, Mas Sami memilih memesan bahan baku jauh hari sebelum stok habis. Strategi antisipatif ini mencerminkan pembelajaran organisasi dalam menghadapi keterbatasan.

Inovasi Produk dan Respons Pasar

Kemampuan membaca selera pasar juga menjadi kunci kelangsungan bisnis. Mba Ririn dari Abah Haus memutuskan mengubah konsep usaha dari es teh dan ayam geprek menjadi es teler karena melihat minimnya minat konsumen. “Sempat sepi, makanya ganti konsep,” tuturnya. Keputusan ini mencerminkan kemampuan pivot bisnis dan adaptasi cepat terhadap dinamika permintaan pasar lokal.

Pemasaran Tradisional Jadi Andalan

Di tengah perkembangan digital, pemasaran dari mulut ke mulut masih menjadi strategi utama. Menurut Mas Sami, pendekatan langsung lebih efektif di desa. “Kalau di desa, yang penting omongan orang. Penjualan online kurang efektif,” jelasnya. Strategi ini mengandalkan kedekatan sosial dan tingkat kepercayaan yang tinggi antarwarga.

Keuangan dan Rencana Pengembangan

Pendapatan harian UMKM seperti yang dijalankan Mas Sami berkisar Rp200-300 ribu, dengan laba bersih sekitar Rp50-70 ribu. Namun, pencatatan dan pengelolaan keuangan masih belum terpisah secara profesional dari keuangan pribadi. Mba Yuyun dan Mba Ririn masih menggabungkan uang usaha dan rumah tangga, yang menyulitkan evaluasi performa bisnis dan perencanaan jangka panjang.

Meski demikian, semangat pengembangan bisnis tetap tinggi. Mba Yuyun berencana membuka lapak baru, sementara Mba Ririn ingin menambah menu makanan serta membakukan resep yang ada. Fokus pada penguatan manajemen resep dan konsistensi produk menjadi tanda transisi menuju pengelolaan usaha profesional.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Transformasi UMKM di Kabupaten Sumbawa menunjukkan adanya pergeseran mindset pelaku usaha menuju keberlanjutan bisnis. Namun, tantangan struktural seperti logistik, minimnya pemisahan keuangan, serta keterbatasan teknologi masih menjadi hambatan utama.

Perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan infrastruktur, pelatihan manajemen keuangan, serta akses pada teknologi yang relevan dengan kebutuhan lokal. Dengan intervensi yang tepat, UMKM di Sumbawa memiliki potensi besar menjadi motor penggerak perekonomian daerah secara berkelanjutan.

Comment