Makassar, Netral.co.id — Tim Pengabdian Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (Polipangkep) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Teknologi Hijau Batik di Kampung Karst Rammang-Rammang, Kabupaten Maros, Kamis, 11 Desember 2025.
Kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam membangun komitmen pentahelix untuk pengembangan produk inovatif eco batik polimasta berbasis pewarna alam yang ramah lingkungan.
FGD dipimpin Ketua Tim Pengabdian, Dr. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP., bersama anggota tim Mariani, S.TP., M.P. dari Polipangkep serta Dr. Ir. Helda Ibrahim, M.Si. dari Universitas Islam Makassar. Kegiatan ini melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha dan industri (DUDI), masyarakat, akademisi, hingga media.
Dalam paparannya, Dr. Zulfitriany menyampaikan bahwa FGD bertujuan mempertemukan seluruh pemangku kepentingan untuk membangun komitmen bersama dalam pengembangan eco batik polimasta, sekaligus memperkenalkan produk inovatif hasil riset kepada publik.
Ia menjelaskan, eco batik polimasta merupakan produk batik dengan pewarna alami yang berasal dari limbah pertanian yang melimpah di Kota Makassar dan sekitarnya. Bahan baku yang dimanfaatkan antara lain limbah biji alpukat, kulit rambutan, kulit manggis, sabut kelapa, hingga kayu secang.
Menurutnya, produk tersebut tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menjadi solusi pengelolaan limbah pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Program Teknologi Hijau Batik merupakan hasil riset Zapa Emas Polipangkep yang diterapkan melalui skema Program Kemitraan Masyarakat dengan judul Teknologi Hijau Batik untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tamalanrea. Program ini dilaksanakan sejak Mei hingga Desember 2025 di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.
Sebanyak 20 ibu rumah tangga nonproduktif dilibatkan dan tergabung dalam komunitas Ekosistem Super. Mereka mendapatkan pelatihan membatik menggunakan pewarna alam serta dukungan teknologi tepat guna berupa mesin pencacah Twenty One Blades.
Anggota tim pengabdian, Mariani, menilai hilirisasi produk riset ini memiliki prospek ekonomi yang besar. Permintaan pasar global terhadap batik ramah lingkungan dengan pewarna alami terus meningkat, sehingga eco batik polimasta berpotensi memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat sekaligus menumbuhkan sentra industri baru di Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Helda Ibrahim menekankan pentingnya diseminasi hasil pengabdian kepada masyarakat yang lebih luas. Menurutnya, limbah pertanian yang selama ini terbuang dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi sekaligus memberdayakan masyarakat dari desa hingga perkotaan.
FGD menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan serta Ketua IWAPI Provinsi Sulawesi Selatan. Peserta yang hadir meliputi Kapus P3M Polipangkep, Dekranasda Sulsel, Badan Geopark Maros Pangkep, IWAPI Sulsel dan Maros, pelaku industri batik, mahasiswa, hingga duta pemuda.
Rangkaian kegiatan FGD diisi dengan pemaparan program Teknologi Hijau Batik, diskusi potensi, prospek dan tantangan eco batik polimasta, praktik membatik bersama, pameran produk, serta penayangan profil pengabdian.
Melalui kegiatan ini, Polipangkep menegaskan perannya sebagai kampus berdampak yang mempertemukan pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan media dalam mewujudkan keberlanjutan program berbasis teknologi hijau serta mendorong tumbuhnya wirausaha baru berbasis industri rumah tangga ramah lingkungan.
Kalau mau, saya bisa:
– sesuaikan dengan gaya koran cetak
– persingkat jadi versi online 5–6 paragraf
– buatkan lead alternatif yang lebih tajam
– rapikan jadi siaran pers resmi kampus

Comment