Oleh: H.S. Carsel HR
Sumatra adalah salah satu pulau terkaya di Indonesia. Di perut buminya tersimpan nikel, emas, batu bara, minyak, dan gas—kekayaan alam yang seharusnya menjadi berkah bagi rakyatnya. Namun kenyataan berkata lain. Di balik gunung hijau dan sungai yang membentang, tersimpan kisah pilu tentang sebuah pulau yang perlahan terkoyak oleh kerakusan manusia.
Kini, Sumatra dipenuhi kawah-kawah raksasa, bekas eksploitasi tambang yang menganga seperti luka terbuka. Hutan yang dulu rimbun digunduli tanpa belas kasihan, meninggalkan tanah rapuh yang mudah longsor dan memicu banjir bandang. Sungai-sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat kini tercemar, diperas habis demi menambang mineral dan mendistribusikan hasil bumi tanpa memikirkan keberlanjutan.
Yang lebih menyakitkan, semua kehancuran ini terjadi dengan restu sebagian pihak berwenang. Izin-izin tambang terus mengalir lewat tanda tangan oknum-oknum yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada keselamatan lingkungan dan rakyatnya. Perusahaan-perusahaan tambang meraup laba raksasa, sementara royalti yang masuk ke negara hanya secuil—tak sebanding dengan kerusakan ekologis yang ditinggalkan.
Akibatnya, rakyat Sumatra harus membayar harga yang tak ternilai: nyawa yang melayang akibat bencana, rumah dan harta benda yang tersapu banjir, serta masa depan generasi yang terancam oleh degradasi lingkungan. Semua ini terjadi karena ulah segelintir orang yang rela menggadaikan masa depan bumi demi memperkaya diri.
Sumatra berhak mendapatkan keadilan ekologis. Rakyatnya layak hidup aman di tanah kelahirannya. Dan Indonesia pantas berdiri kembali dengan martabat—tanpa terus membiarkan kekayaan alam digadaikan untuk kepentingan pribadi. Kini saatnya mengambil kembali kendali sebelum luka Sumatra menjadi terlalu dalam untuk disembuhkan.

Comment