Skandal Beras Oplosan: DPR Desak Aparat Bertindak, Presiden dan Mendagri Sudah Beri Sinyal Tegas

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, Daniel Johan, mendorong aparat penegak hukum agar segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan besar yang diduga terlibat dalam praktik pengoplosan beras. Menurutnya, langkah ini mendesak dilakukan menyusul perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan perlunya penindakan.

Ilustrasi beras oplosan. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.idAnggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, Daniel Johan, mendorong aparat penegak hukum agar segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan besar yang diduga terlibat dalam praktik pengoplosan beras. Menurutnya, langkah ini mendesak dilakukan menyusul perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan perlunya penindakan.

“Presiden sudah tegas memerintahkan agar kasus ini ditangani secara serius agar masyarakat tidak terus bertanya-tanya, apakah beras yang mereka konsumsi saat ini adalah hasil oplosan atau bukan. Ini penting demi menjaga kepercayaan konsumen,” ujar Daniel saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Daniel juga menyoroti perlunya koordinasi lintas lembaga. Ia mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar segera menjalin sinergi dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian dalam menindaklanjuti temuan terkait praktik curang tersebut.

Namun, Daniel mengingatkan agar proses pengungkapan kasus dilakukan secara hati-hati. Ia khawatir, jika penanganannya tidak terkontrol, justru akan memicu kepanikan pasar dan mengganggu distribusi beras secara nasional.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap produk pangan lainnya guna mencegah tindakan serupa yang dapat merugikan petani maupun konsumen. “Satgas Pangan harus lebih aktif dan menggunakan teknologi yang lebih mutakhir, karena pelaku kejahatan pangan memanfaatkan celah dari lemahnya pengawasan kita,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkap dugaan praktik pengoplosan beras oleh sejumlah perusahaan besar dalam forum Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Selasa (22/7/2025). Ia menyebut modus pengoplosan dilakukan dengan mencampur beras kualitas premium dan medium, kemudian dijual dengan label dan harga premium.

Tito tidak mengungkap nama perusahaan yang terlibat, namun ia menekankan bahwa praktik semacam itu sangat merugikan masyarakat, terutama di tengah kondisi stok beras nasional yang melimpah. Saat ini, cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog telah mencapai 4,2 juta ton.

“Bayangkan, rakyat yang harusnya terbantu dengan pasokan yang melimpah justru terbebani dengan harga yang mahal akibat praktik curang seperti ini,” kata Tito.

Tito juga memaparkan dua pola kecurangan yang ditemukan di lapangan. Pertama, pengurangan isi kemasan yang tak sesuai dengan label, misalnya beras 5 kg yang ternyata hanya berisi 4,5 kg. Kedua, pencampuran beras medium dengan premium lalu dijual sebagai premium.

Presiden Prabowo sendiri sebelumnya telah menyoroti praktik pengoplosan ini dalam kunjungannya ke Klaten, Jawa Tengah. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk penipuan besar-besaran terhadap rakyat.

Selain praktik oplosan, Tito juga menyoroti ketimpangan harga beras di wilayah timur Indonesia. Di Kabupaten Intan Jaya, Papua, harga beras tercatat mencapai Rp54.772 per kilogram. Ironisnya, lonjakan harga juga terjadi di wilayah-wilayah yang dekat dengan sentra produksi seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Pemerintah saat ini tengah menjadikan isu beras sebagai perhatian utama, mengingat posisinya sebagai bahan pokok vital rakyat, setara dengan bahan bakar minyak.

Comment