RUU Perampasan Aset Terancam Tertunda, DPR Akui Keterbatasan Kapasitas Komisi

Wacana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menghadapi tantangan teknis di DPR RI.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron. (Foto: dok).

Jakarta, Netral.co.id – Wacana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menghadapi tantangan teknis di DPR RI.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengakui adanya keterbatasan kapasitas komisi dalam membahas rancangan undang-undang, apalagi jika dilakukan paralel dengan Rancangan KUHAP (RKUHAP).

“Sekarang itu kan maksimal pembahasan dua undang-undang per komisi. Kalau masih ada yang ter-pending di komisi, ya tentu harus menunggu dulu sampai diselesaikan,” kata Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).

Pria yang akrab disapa Kang Hero ini menegaskan bahwa kewenangan teknis terkait RUU Perampasan Aset berada di Komisi III DPR.

“Silakan saja nanti tanya di Baleg atau di Komisi III, bagaimana alur dan timeline untuk pembahasan berbagai undang-undang yang berkaitan dengan persoalan hukum,” ujarnya.

Sinkronisasi dengan KUHAP Jadi Kunci

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menegaskan pembahasan RUU Perampasan Aset tidak bisa dipisahkan dari reformasi hukum pidana. Menurutnya, aturan tersebut harus berjalan seirama dengan RKUHAP yang tengah difinalisasi.

“Hal ini penting mengingat perampasan aset erat kaitannya dengan mekanisme hukum acara pidana,” jelas Bob.

Bob mengingatkan, KUHP baru akan resmi berlaku pada 1 Januari 2026, sehingga RKUHAP dan RUU Perampasan Aset wajib disusun dengan fondasi yang sinkron agar sistem hukum nasional tidak pincang.

“Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026, maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh,” tegas legislator dapil Lampung II itu.

Proses Masih Panjang

Rencananya, RUU Perampasan Aset akan mulai dibahas setelah masuk tahap evaluasi pada Rabu pekan depan. DPR menyebut, pembahasan dilakukan secara bertahap mulai dari penetapan di Prolegnas, penyusunan naskah akademik, hingga pembahasan resmi di Baleg dan Komisi III.

Meski demikian, keterbatasan kapasitas komisi dinilai berpotensi menunda agenda penting ini. Padahal, RUU Perampasan Aset sejak lama didesak publik sebagai instrumen hukum untuk menutup celah koruptor dan pelaku kejahatan ekonomi dalam menyembunyikan harta hasil kejahatannya.

Comment