Praktisi Hukum Apresiasi Kejagung Selamatkan Triliunan Rupiah Uang Negara

Praktisi hukum Irfan Aghasar menegaskan bahwa kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menyelamatkan keuangan negara bernilai triliunan rupiah tidak bisa disederhanakan sekadar sebagai ajang pamer uang di hadapan media.

Presiden Prabowo Subianto (kanan) berbincang dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin (kiri) sebelum seremoni penyerahan uang hasil penagihan denda administratif kehutanan dan penyelamatan keuangan negara dari hasil tindak pidana korupsi di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (24/12/2025). (Foto: dok).

Jakarta, Netral.co.id – Praktisi hukum, Irfan Aghasar menegaskan bahwa kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menyelamatkan keuangan negara bernilai triliunan rupiah tidak bisa disederhanakan sekadar sebagai ajang pamer uang di hadapan media.

Menurut Irfan, pemulihan keuangan negara merupakan proses hukum yang panjang, kompleks, dan penuh tantangan, sehingga tidak adil jika dinilai hanya dari tampilan visual semata. Ia pun merespons kritik Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pemameran uang tunai Rp6,6 triliun oleh Kejagung.

“Kita harus melihat kerja Kejaksaan secara utuh. Penyelamatan keuangan negara bukan soal foto atau sorotan kamera, melainkan hasil dari kerja keras aparat penegak hukum di lapangan,” ujar Irfan, Jumat (26/12/2025).

Irfan menilai, kritik yang mengabaikan proses hukum berpotensi menutup fakta bahwa Kejaksaan kerap menghadapi perlawanan serius dari pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pengusaha yang berupaya menghalangi penegakan hukum.

“Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung RI patut diapresiasi sebagai bagian dari upaya penyelamatan keuangan negara di tengah berbagai tantangan dan perlawanan dari oknum pengusaha nakal,” katanya.

Ia menjelaskan, proses penyitaan dan pelelangan aset hasil tindak pidana korupsi tidak sesederhana yang dibayangkan publik. Banyak aset masih terikat hak tanggungan, sehingga tidak bisa dieksekusi secara sepihak tanpa melanggar hak pihak lain.

“Jika aset masih berada dalam ikatan hak tanggungan, Kejaksaan tidak bisa bertindak sepihak. Pemaksaan justru berisiko memicu sengketa hukum baru yang merugikan negara,” jelas Irfan.

Selain itu, Kejaksaan juga harus menghadapi gugatan perdata dari pihak ketiga, termasuk klaim kepemilikan, pembelian aset sebelum perkara bergulir, hingga klaim dari ahli waris. Seluruhnya harus dibuktikan di pengadilan melalui argumentasi dan alat bukti hukum yang kuat.

“Ketika jaksa hadir di persidangan untuk mempertahankan aset, itu bukan berarti mereka diam. Justru di situlah kerja penyelamatan keuangan negara sedang berlangsung,” tambahnya.

Irfan menekankan bahwa kritik terhadap penegakan hukum seharusnya dibangun di atas data dan pemahaman yang utuh, bukan sekadar persepsi. Menurutnya, jaksa mengawal aset sejak tahap penyidikan, menjaga nilai ekonomisnya, hingga memastikan hasil lelang masuk kembali ke kas negara.

“Kerja jaksa tidak hanya di ruang sidang. Mereka turun ke lapangan, mengamankan aset agar tidak dialihkan secara ilegal. Kerja itu nyata, meski tidak selalu terlihat kamera,” ujarnya.

Ia pun mengajak masyarakat untuk menilai upaya penegakan hukum secara lebih adil, khususnya terkait penyelamatan aset dan keuangan negara.

“Kalau kita ingin negara ini maju, mari mengkritik dengan dasar dan menilai dengan jernih. Penyelamatan aset negara bukan hanya tugas Kejaksaan, tetapi kepentingan kita bersama sebagai warga bangsa,” tegas Irfan.

Sebagai informasi, pada Rabu (24/12/2025), Kejaksaan Agung memamerkan uang tunai Rp6,6 triliun hasil kerja Satuan Tugas Penegakan Hukum (Satgas PKH) di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta. Kegiatan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

Uang tersebut terdiri atas Rp2,34 triliun denda administratif dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel, serta Rp4,28 triliun dari penanganan perkara korupsi crude palm oil (CPO) dan importasi gula.

Sepanjang 2025, Satgas PKH juga menguasai kembali lahan seluas 4,08 juta hektare, dengan 896.969 hektare diserahkan kepada negara. Sebagian lahan dialokasikan ke kementerian/lembaga terkait dan PT Agrinas Palma Nusantara, sementara 688.427 hektare kawasan hutan konservasi dikembalikan ke Kementerian Kehutanan untuk pemulihan.

Comment