Jakarta. Netral.co.id – Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) sekaligus inisiator Gerakan Kebangkitan NU, Hery Haryanto Azumi, mendesak Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk meletakkan jabatan. Desakan tersebut disampaikan sebagai upaya mengakhiri konflik internal yang dinilai semakin menggerus soliditas organisasi.
Hery menilai, penyerahan mandat kepemimpinan kepada ahlul halli wal aqdi (AHWA) merupakan jalan paling tepat untuk keluar dari kebuntuan konflik.
“Kami meminta dengan sangat hormat kepada Rais Aam PBNU dan Ketua Umum PBNU untuk menyerahkan mandat organisasi kepada AHWA. Ini adalah cara terbaik untuk mengakhiri konflik dan perbedaan yang terjadi,” ujar Hery di Jakarta, Minggu (21/12/2025).
Menurutnya, kegagalan NU menyelesaikan konflik secara bermartabat berpotensi membawa dampak serius, tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi umat serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menegaskan pentingnya mengingatkan seluruh pihak akan bahaya perpecahan internal NU.
Selain persoalan kepemimpinan, Hery turut menyoroti polemik konsesi pertambangan yang belakangan menyeret nama NU. Ia meminta agar isu tersebut dikembalikan sepenuhnya kepada pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam pemberian izin. Langkah ini dinilai penting untuk memulihkan wibawa organisasi.
“Banyak kiai telah menyampaikan agar persoalan tambang dievaluasi dan dikembalikan kepada pemerintah. Ini penting agar masalah tersebut tidak terus membebani NU,” ujarnya. Hery menambahkan, pembahasan ulang terkait pertambangan sebaiknya dilakukan setelah NU benar-benar siap, baik dari sisi konsep bisnis maupun penyelesaian hubungan dengan investor.
Lebih lanjut, Hery menyerukan kepada seluruh jajaran pengurus NU, dari tingkat wilayah hingga cabang, untuk mengikuti arahan AHWA dan bersama-sama mencari solusi terbaik. Ia mengingatkan agar tidak membuka ruang bagi dualisme kepengurusan yang berpotensi memicu perpecahan organisasi.
Ia juga meminta pihak-pihak di luar struktur NU, termasuk para pejabat dan aktor politik, untuk tidak mengintervensi urusan internal organisasi demi kepentingan politik jangka pendek. Menurutnya, relasi antara pemerintah dan NU harus dibangun secara sehat tanpa saling mencampuri urusan masing-masing.
“Berikan kesempatan kepada NU untuk merawat diri dan berkontribusi lebih besar bagi umat dan bangsa,” pungkas Hery.
Diketahui, konflik internal NU saat ini melibatkan Rais Aam dan jajaran Syuriyah di satu sisi, serta Ketua Umum Tanfidziyah di sisi lain. Situasi tersebut dinilai memiliki kemiripan dengan dinamika konflik pada 2008 antara Dewan Syuro dan Tanfidziyah, yang kala itu juga berujung pada ketegangan berkepanjangan di tubuh organisasi.

Comment