Makassar, Netral.co.id– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (POJK UMKM).
Regulasi ini hadir sebagai langkah strategis untuk memperkuat daya saing UMKM sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penerbitan POJK UMKM sejalan dengan agenda prioritas pemerintah dalam Asta Cita, yaitu penciptaan lapangan kerja baru, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.
“Dengan diberlakukannya POJK ini, Bank dan LKNB (Lembaga Keuangan Nonbank) diharapkan menghadirkan pendekatan yang lebih inovatif untuk menyediakan produk keuangan sesuai kebutuhan segmen UMKM, mulai dari usaha mikro hingga usaha menengah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (2/10/2025).
Melalui aturan ini, OJK menekankan pentingnya perbankan dan LKNB memberikan akses pembiayaan yang lebih mudah, cepat, tepat, murah, dan inklusif dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Sejumlah kebijakan yang diatur di antaranya:
- Penyederhanaan syarat dan penilaian kelayakan UMKM.
- Skema pembiayaan sesuai karakteristik usaha, termasuk penerimaan jaminan berupa kekayaan intelektual.
3.Percepatan proses bisnis dengan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA). - Penetapan biaya pembiayaan yang wajar.
- Dukungan inisiatif kemudahan lain dari otoritas maupun pemerintah.
Selain aspek kemudahan, POJK UMKM juga mengatur kewajiban setiap Bank dan LKNB untuk menyusun rencana penyaluran pembiayaan kepada UMKM serta melaporkan realisasinya kepada OJK.
Hingga Juli 2025, kredit nasional tumbuh 7,03 persen (yoy) menjadi Rp8.043,2 triliun. Namun, pertumbuhan kredit UMKM hanya mencapai 1,82 persen, jauh di bawah pertumbuhan kredit korporasi sebesar 9,59 persen. Hal ini menunjukkan masih adanya tantangan besar dalam mendorong pembiayaan UMKM.
Dian menegaskan, POJK UMKM merupakan tindak lanjut amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang telah dikonsultasikan dengan DPR RI.
“Aturan ini tidak hanya untuk memperluas akses keuangan, tapi juga mendorong inovasi pembiayaan digital dan memastikan tata kelola yang sehat dalam pembiayaan UMKM,” jelasnya.
Aturan ini juga mengatur insentif bagi bank dan LKNB yang aktif memberikan kemudahan akses pembiayaan, serta menegaskan ketentuan terkait hapus buku atau hapus tagih dalam pembiayaan UMKM.
POJK ini mencakup seluruh bank umum, BPR dan BPR Syariah, serta LKNB baik konvensional maupun syariah. LKNB yang tercakup antara lain perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi (fintech lending), perusahaan pergadaian, hingga lembaga khusus seperti LPEI dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Dengan regulasi ini, OJK berharap terbentuk ekosistem pembiayaan UMKM yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
“UMKM harus menjadi motor penggerak utama perekonomian Indonesia. Karena itu, dukungan regulasi dan pembiayaan yang memadai menjadi kunci,” tutup Dian.
Comment