Jakarta, Netral.co.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 terkait pemberian keistimewaan bagi pelaku yang menjadi saksi pelaku atau justice collaborator (JC).
Menurutnya, aturan tersebut sejalan dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan berpotensi mempercepat pengungkapan kasus-kasus besar.
Baca Juga: Golkar Dukung Pembahasan RUU Perampasan Aset
Namun demikian, Soedeson menegaskan pentingnya penerapan selektif dalam menentukan siapa yang layak mendapatkan status JC. Ia menyebut, dalam kasus kejahatan terorganisasi seperti narkotika, seorang JC yang dilindungi dapat memberikan informasi strategis yang membuka jejaring kejahatan hingga lokasi penyimpanan aset hasil kejahatan.
“Kalau dia dilindungi, maka dia berani buka. Misalnya barang disimpan di mana, datang dari mana, siapa yang terlibat. Itu semua bisa terbongkar. Asetnya bisa ditelusuri dan dikembalikan ke negara,” ujar Soedeson saat dihubungi, Kamis (26/6/2025).
Ia mengingatkan bahwa pemilihan JC oleh penyidik, jaksa, maupun hakim harus disertai dengan pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
“Masalahnya sekarang, siapa yang mengawasi? Karena penyidik atau hakim atau penuntut yang akan menentukan siapa JC. Jadi harus ada pengawasan dan transparansi yang kuat agar status JC tepat sasaran dan sesuai tujuan peraturan tersebut,” tambahnya.
Soedeson menilai konsep JC bukanlah hal baru dan sudah umum diterapkan di banyak negara seperti Amerika Serikat dan Jepang. Ia menilai keberadaan JC justru sangat membantu dalam membongkar alur pencucian uang serta perampasan aset hasil tindak pidana.
“Melacak aset-aset gelap dan uang hasil kejahatan, jauh lebih bermanfaat untuk negara,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani PP Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur ketentuan mengenai pembebasan bersyarat, termasuk perlakuan khusus bagi pelaku yang membantu penegak hukum.
Baca Juga: Akui Konstitusi Belanda Terupdate, Komisi III DPR RI Segera Susun RUU KUHAP Baru
Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa seseorang yang ditetapkan sebagai JC dapat memperoleh berbagai bentuk keringanan seperti pengurangan hukuman, pembebasan bersyarat, remisi tambahan, serta hak narapidana lainnya. Sementara Pasal 29 ayat (1) mengatur bahwa pembebasan bersyarat hanya dapat diberikan setelah melalui pemeriksaan substantif dan administratif.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia semakin efektif dalam membongkar kejahatan berskala besar, terutama yang bersifat terorganisir dan lintas negara.
Comment