Opini oleh H. S. Carsel HR – Akademisi Universitas Megarezky Makassar
Pemuda adalah cermin masa depan bangsa, namun bayangan itu kini tampak buram. Jiwa organisasi yang dahulu menjadi kebanggaan generasi muda perlahan menghilang.
Sikap legowo—menerima, mengalah demi persatuan, serta menjunjung etika demokrasi—kian langka ditemui.
Salah satu indikator nyata terlihat pada dinamika KNPI Sulsel yang terpecah menjadi tiga kepemimpinan. Satu organisasi dengan tiga nakhoda.
Ini bukan sekadar persoalan internal, melainkan simbol rapuhnya karakter berorganisasi di kalangan anak muda hari ini.
Jika pemuda, yang seharusnya menjadi agen perubahan, telah kehilangan jiwa besar dan kematangan berdemokrasi, apa yang dapat kita harapkan dari masa depan bangsa?
Demokrasi tanpa legowo hanya akan melahirkan konflik berkepanjangan, perebutan kepentingan, serta gagalnya proses regenerasi kepemimpinan yang sehat.
Di sisi lain, perilaku sebagian pejabat publik tak kalah mengkhawatirkan. Banyak yang sibuk memperkaya diri, menumpuk tunjangan, mengejar pundi-pundi melalui praktik suap, serta memelihara nepotisme tanpa rasa malu.
Mereka seakan tuli terhadap jeritan rakyat yang hidup semakin sulit di tengah ketidakpastian.
Bagaimana bangsa ini bisa bertahan jika pemudanya melemah dalam etika organisasi, sementara pejabatnya tenggelam dalam budaya korupsi?
Krisis moral ini adalah alarm keras bagi kita semua. Pemuda harus kembali pada jati dirinya sebagai penjaga demokrasi, bukan pelaku perpecahan.
Pejabat publik pun harus ingat bahwa jabatan bukan sarana memperkaya diri, melainkan amanah untuk mensejahterakan rakyat.
Tanpa itu, bangsa ini hanya akan bergerak menuju kehancuran—hancur oleh tangan-tangan yang semestinya menjadi penyelamatnya.
Comment