Pemerintah Presiden Jokowi Disebut Telah Kudeta Otonomi Daerah 

Ilustrasi Demokrasi di Indonesia

Gambar Ilustrasi Demokrasi di Indonesia. Foto Google.

NETRAL.CO.ID, – Pemerintah Pusat dibawah kepemimpinan Presiden RI, Ir. Joko Widodo disebut telah melakukan kudeta otonomi pemerintah daerah lewat Undang-undang Nomor 10 tahun 2016. 

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Minawati belum lama ini, di Jakarta pusat.

Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hak otonomi daerah. Selain itu, pemilihan penjabat kepala daerah oleh pusat juga dapat mencederai demokrasi.

“Hal itulah yang JRMK tengarai sebagai kudeta dari pemerintah pusat terhadap otonomi daerah atau demokrasi,” tegas Minawati.

Pihaknya menilai keberadaan Pasal 201 ayat (9) beserta penjelasannya, ayat (10), dan ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 merugikan hak konstitusional Eny Rochayati dan Komarudin, juga masyarakat banyak yang memiliki hak untuk memilih kepala daerah

Hak tersebut, kata Minawati, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan melanggar prinsip kedaulatan ada di tangan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Minawati menuturkan Eny dan Komarudin adalah dua warga Jakarta tinggal di wilayah yang sudah terbentuk permukiman selama puluhan tahun tapi belum disertai dengan jaminan kepastian keamanan bermukim.

Tempat tinggal mereka berdua beserta tetangganya rawan terjadi pembongkaran paksa. Pilkada, bagi Eny dan Komarudin dapat dimanfaatkan untuk mencari solusi yang juga dapat mengakomodir hak dan kepentingan mereka.

“Eny Rochayati dan Komarudin aktif memanfaatkan momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk memasukkan aspirasi mereka ke kandidat kepala daerah yang mencalonkan diri,” ujarnya seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Eny Rochayati dan Komarudin dalam petitumnya meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar memutuskan bahwa pasal-pasal tersebut di atas dinyatakan “konstitusional bersyarat” sepanjang dimaknai:

1. Ada ketentuan mengenai mekanisme pengisian Penjabat Kepala Daerah yang demokratis;

2. Calon Penjabat Kepala Daerah memiliki legitimasi dan penerimaan yang paling tinggi dari masyarakat;

3. Ada ketentuan yang jelas mengatur persyaratan-persyaratan sejauh mana peran, tugas, dan kewenangan dari Penjabat Kepala Daerah;

4. Dapat memperpanjang masa jabatan Kepala Daerah yang sedang menjabat dan/atau habis masa baktinya pada tahun 2022 dan 2023;

5. Bukan berasal dari kalangan kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia; dan

6. Independen dan bukan merupakan representasi kepentingan politik tertentu dari presiden atau Pemerintah Pusat.

Comment