Pasca RUU TNI dan Polri, Kini DPR Ancam Kebebasan Pers

IMG 20250328 174250

Jakarta, Netral.co.id – Pasca berhasil Revisi UU TNI dan Polri kini DPR RI tengah mengancam kebebasan pers lewat revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), termasuk usulan regulasi terkait larangan peliputan sidang oleh media massa.

Usulan ini menimbulkan perdebatan, mengingat peran pers dalam menyebarkan informasi kepada publik.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa pihaknya akan mengundang pemimpin redaksi media, Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk membahas usulan tersebut.

Pertemuan ini direncanakan berlangsung setelah libur Lebaran, tepatnya pada 8 April 2025.

“Kami memahami tugas media dalam memberitakan informasi kepada masyarakat. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diatur, seperti larangan saksi dalam persidangan untuk saling mendengar keterangannya. Ini yang perlu dicari jalan tengahnya,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis 27 Maret 2025.

Baca Juga : 4 Poin Penting dalam Revisi UU TNI yang Perlu Dikhawatirkan Publik

Menurutnya, peliputan persidangan tidak boleh mengganggu jalannya proses hukum, terutama dalam pemeriksaan saksi.

Oleh karena itu, DPR ingin mendiskusikan kemungkinan pengaturan peliputan yang lebih spesifik, seperti larangan siaran langsung pada sesi pemeriksaan saksi atau kasus dengan unsur kesusilaan.

Sebelumnya, Advokat Juniver Girsang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI mengusulkan agar media tidak diperbolehkan menyiarkan persidangan tanpa izin pengadilan.

“Dalam Pasal 253 Ayat (3) RKUHAP, diusulkan bahwa setiap orang yang berada di ruang sidang dilarang melakukan publikasi atau siaran langsung tanpa izin pengadilan,” ujar Juniver dalam rapat di Senayan, Senin 24 Maret 2025 lalu.

Baca Juga : Bayang-Bayang Orde Baru dan Pasal Krusial dalam Revisi UU TNI

Juniver berpendapat bahwa larangan ini penting untuk menghindari kemungkinan saksi saling mendengar dan mempengaruhi kesaksiannya.

Namun, ia menegaskan bahwa hakim masih bisa memberikan izin siaran langsung dengan pertimbangan tertentu.

Usulan ini masih dalam tahap pembahasan dan menunggu masukan dari berbagai pihak, termasuk insan pers dan akademisi hukum.

DPR menegaskan bahwa revisi KUHAP bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara keterbukaan informasi publik dan kelancaran proses peradilan.

Comment