Modernisasi Aksara Lontara, Dekranasda Makassar Ciptakan Pembatik Baru Lewat Pelatihan Membatik

34c98c15 333b 4619 9d98 6357dcaf0dbe

Makassar, Netral.co.id – Dekranasda Kota Makassar menggelar Pelatihan Batik Lontara sebagai upaya pelestarian dan pengembangan wastra khas daerah. Kegiatan ini dilaksanakan pada 9–12 Desember 2025 di Baruga Anging Mammiri.

Pelatihan bertajuk “Tulis Lontara di Kain, Batik Bercerita, Nilai Terwariskan” ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri atas perajin baru maupun perajin yang telah mahir. Selama empat hari, peserta mendapatkan materi teknik membatik, pengembangan motif, hingga inovasi pewarnaan yang lebih modern.

Ketua Dekranasda Kota Makassar, Melinda Aksa, secara resmi membuka kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, ia mengatakan Makassar memiliki sejarah dan peradaban yang sangat bernilai, salah satunya melalui keberadaan aksara Lontara yang menjadi identitas masyarakat Bugis-Makassar sejak berabad-abad lalu.

Melinda menyebutkan bahwa tidak semua daerah di Indonesia memiliki aksara daerah. Dari 817 bahasa daerah yang tercatat, hanya 12 yang memiliki aksara. “Kita patut bangga sebagai suku Bugis-Makassar karena memiliki aksara yang masih terjaga hingga hari ini,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa banyak warisan budaya besar yang dimiliki masyarakat Bugis-Makassar, termasuk naskah kuno I La Galigo yang telah diakui UNESCO sebagai memori dunia. Karena itu, pelestarian aksara lontara perlu terus diupayakan agar tidak hilang ditelan zaman.

“Pelatihan ini menjadi salah satu terobosan penting untuk memodernkan aksara Lontara agar lebih dekat dengan generasi muda. Pengembangan motif batik dinilai menjadi media yang efektif untuk memperkenalkan kembali aksara tersebut melalui fashion,” ujarnya.

Melinda mengakui Makassar bukan daerah pembatik tradisional seperti Jawa. Namun, katanya, Dekranasda ingin mendorong lahirnya identitas baru melalui batik lontara yang lebih menarik dan memiliki ciri khas lokal.

“Melalui pelatihan ini, kami ingin menunjukkan bahwa batik lontara juga dapat dibuat lebih modis, berkelas, dan wearable untuk berbagai kesempatan,” ujarnya

Melinda juga mengapresiasi Tendri, satu-satunya pembatik lontara di Makassar yang selama ini konsisten mengembangkan batik lontara. Ia berharap melalui pelatihan ini akan lahir lebih banyak pembatik baru yang mampu berkarya dan memperluas pasar batik lontara.

Ia juga menyinggung maraknya penggunaan batik print yang tidak diproduksi oleh perajin lokal. Melinda menegaskan bahwa Dekranasda harus mendukung karya para perajin, bukan mempromosikan produk print.

“Saat ini Pemkot Makassar telah mewajibkan penggunaan batik lontara setiap hari Kamis. Namun, produksi perajin lokal masih terbatas sehingga banyak pegawai memakai batik print yang dibuat di Jawa. Kondisi ini diharapkan berubah ketika lebih banyak perajin lokal mampu memproduksi batik lontara secara konsisten,” ujarnya.

Melinda berharap setelah pelatihan ini, Pemkot dapat lebih tegas mendorong penggunaan batik lontara hasil kriya perajin Makassar di lingkungan pemerintah kota. Hal ini sekaligus membuka lapangan kerja dan memperkuat ekonomi kreatif daerah.

Pelatihan ini menjadi langkah konkret untuk menghidupkan kembali kecintaan masyarakat terhadap aksara Lontara sekaligus mencetak perajin batik lontara yang lebih kreatif dan inovatif.

Comment