Makassar Hadirkan Konsep Edukasi dan Riset, Appi: Harus Ramah Lingkungan

3cea1fbd c89d 4066 a9a3 3094a1d7b4f5

Makassar, Netral.co.id – Pemerintah Kota Makassar terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong kemandirian pangan dan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan program Urban Farming.

Upaya itu kembali dipertegas dalam Rapat Koordinasi Urban Farming yang digelar di Kantor Balai Kota Makassar, Rabu (22/10/2025). Rapat ini dipimpin langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.

Program ini diinisiasi oleh Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Kota Makassar dengan menghadirkan konsep kawasan terpadu yang inovatif melalui pembangunan dua lokasi percontohan Green House Urban Farming.

Dua kawasan tersebut berada di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate dan Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya. Keduanya dirancang sebagai pusat edukasi, produksi, dan pengembangan pertanian perkotaan berbasis teknologi modern.

Desain kawasan Green House Urban Farming ini sangat komprehensif, dilengkapi berbagai fasilitas pendukung untuk mendukung aktivitas pertanian, peternakan, hingga perikanan secara terpadu.

Di dalamnya terdapat showroom Urban Farm, kantor pengelola, rumah dinas, laboratorium pertanian, ruang pembibitan, gudang penyimpanan, serta fasilitas pengemasan hasil tanaman (packing house).

Selain itu, area ini juga dilengkapi dengan unit Market Farm sebagai pusat pemasaran hasil pertanian, toilet umum, gazebo dan kolom retensi, serta sarana edukasi terbuka. Pada sektor peternakan, disiapkan kandang ayam, kandang sapi, kandang kambing, kandang baterai unggas, dan kandang katsari.

Tersedia juga gudang pakan ternak untuk mendukung operasional harian. Untuk sektor pertanian modern, kawasan ini menghadirkan Green House Hidroponik, rumah jamur, dan area pengembangan maggot sebagai sumber pakan alternatif.

Di bidang perikanan, tersedia kolam bioflok, kolam aquaponik, serta kolam pembesaran ikan. Fasilitas lain yang tak kalah penting adalah cold storage, ruang peralatan, unit fertigasi berbasis digital, area sawah mini, hingga unit komposter sebagai pusat pengelolaan limbah organik ramah lingkungan.

Kawasan ini juga dilengkapi fasilitas publik seperti cafetaria/display produk, area pertanian terbuka, lahan parkir, dan mushollah untuk menunjang kenyamanan pengunjung dan pelaku usaha tani.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa Urban Farming yang dikembangkan pemerintah bukan sekadar aktivitas bercocok tanam di perkotaan, melainkan gerakan pembangunan sumber daya pangan modern yang terintegrasi.

Lanjut dia, urban Farming bukan sekadar aktivitas pertanian kota, tetapi sebuah gerakan strategis untuk menciptakan ekosistem pangan modern, produktif, dan berkelanjutan di tengah laju urbanisasi.

“Program ini harus memberikan manfaat ekonomi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Munafri menekankan bahwa pengembangan kawasan percontohan Urban Farming harus matang dari segi konsep, konstruksi, hingga estetika tata ruang.

Ia juga memberikan beberapa catatan teknis agar pembangunan kawasan tetap memerhatikan aspek lingkungan, fungsi edukasi, dan kenyamanan pengunjung.

“Kalau bisa jalan di kawasan ini menggunakan beton berpori karena wilayah ini membutuhkan serapan air yang baik. Kita tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan,” imbuh Appi.

Selain itu, mantan bos PSM itu meminta agar desain bangunan kandang hewan dan fasilitas pendukung lainnya tidak dibangun dengan material besi sepenuhnya.

“Kalau bisa material kandangnya lebih banyak menggunakan kayu. Supaya ada kesan natural, tapi tetap kokoh dan aman. Jadi suasananya tetap alami, nyaman dipandang,” tambahnya.

Wali Kota juga menegaskan bahwa kawasan Green House Urban Farming harus mencerminkan konsep energi mandiri dan ramah lingkungan. Karena itu, ia meminta seluruh fasilitas pendukung listrik menggunakan energi surya.

“Saya minta listriknya pakai solar panel. Pastikan semua fasilitas di kawasan ini memakai energi terbarukan. Ini bukan hanya tempat produksi, tapi juga tempat edukasi,” tegasnya.

Dia juga menegaskan bahwa kawasan ini harus dirancang sebagai area edukasi visual bagi pengunjung.

“Ini display Urban Farming. Orang datang melihat, belajar, dan terinspirasi, bukan tempat bermain-main hewan,” tegas Munafri.

Untuk desain tata ruang, Wali Kota ingin pengunjung memperoleh pengalaman edukasinya secara sistematis.

Ia juga ingin orang masuk ke kawasan ini seperti masuk museum edukasi pertanian. Mereka jalan memutar, melihat semua proses urban farming dari hulu ke hilir, baru keluar dengan membawa produk atau oleh-oleh dari Market Farm.

“Di ujung harus ada pusat produk agar pengunjung belanja,” jelas orang nomor satu kota Makassar.

Dalam arahannya, Munafri juga meminta agar kawasan dilengkapi area hijau produktif seperti kebun tanaman pangan lokal, termasuk pohon pisang yang menurutnya dapat memberi kesan hidup dan dekat dengan keseharian masyarakat.

“Saya mau tetap ada pohon-pohon di sekitar area, misalnya pohon pisang. Supaya ada suasana alami, dekat dengan masyarakat. Bahkan bisa saja orang jual pisang goreng di situ, jadi hidup suasananya,” katanya.

Dengan konsep yang detail dan terarah tersebut, Pemerintah Kota Makassar menargetkan kawasan Green House Urban Farming menjadi ikon edukasi pertanian modern di Sulawesi Selatan dan pusat pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis pangan masa depan.

Politisi Golkar itu juga menegaskan bahwa kawasan Urban Farming harus inklusif dan ramah bagi semua lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.

“Akses fasilitas untuk difabel harus ada. Ini wajib. Saya ingin kawasan ini inklusif dan bisa dikunjungi siapa saja. Jangan tertutup,” saran Appi.

Munafri berharap pembangunan kawasan percontohan ini tidak hanya menghadirkan fasilitas fisik, tetapi juga melahirkan ide-ide baru yang memberi nilai manfaat berkelanjutan.

“Saya ingin orang yang datang ke sini pulang dengan inspirasi. Mereka melihat, belajar, lalu bisa mempraktikkan di rumah atau di wilayah masing-masing. Itu tujuan sebenarnya dari Urban Farming,” pungkasnya.

Sedangkan, Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Kota Makassar, Aulia Arsyad, menjelaskan bahwa pembangunan kawasan Urban Farming ini dirancang secara terpadu lintas sektor dan melibatkan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai fungsi masing-masing.

Dua lokasi yang ditetapkan sebagai percontohan berada di Sudiang, Kecamatan Biringkanaya dan Barombong, Kecamatan Tamalate, yang akan dikembangkan sebagai pusat kolaborasi pertanian modern di Makassar.

“Lokasi Urban Farming ini ada dua, di Sudiang dan Barombong. Di dua lokasi itu nanti akan terintegrasi seluruh sektor, pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengelolaan sampah,” jelasnya.

Aulia menyebutkan bahwa sedikitnya lima OPD dilibatkan dalam pembangunan kawasan Urban Farming ini. Setiap OPD memiliki peran strategis sesuai kebutuhan kawasan.

Untuk leading sektor Dinas Lingkungan Hidup akan menangani pengelolaan sampah. Dinas Ketahanan Pangan akan membangun cold storage sebagai tempat penyimpanan hasil panen.

Sedangkan, Dinas Pekerjaan Umum menangani infrastruktur seperti jalan, drainase, dan penerapan instruksi Pak Wali terkait penggunaan beton berpori agar air hujan dapat terserap.

“Kemudian Dinas Perhubungan akan mengatur instalasi listrik, termasuk penggunaan solar panel, sesuai arahan Pak Wali,” terangnya.

Ia juga menyampaikan bahwa untuk memperkuat tata kelola lintas sektor ini, pemerintah akan menetapkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota tentang keterlibatan OPD dalam pengembangan Urban Farming.

Lebih lanjut, Aulia mengatakan bahwa proyek ini tidak hanya fokus pada produksi pangan, tetapi juga diarahkan menjadi pusat edukasi dan wisata inovasi pertanian.

Harapannya, lokasi Urban Farming ini menjadi sarana edukasi dan wisata pertanian.

“Pengunjung bisa belajar budidaya modern, termasuk teknik bercocok tanam di green house. Jadi selain produktif, juga edukatif,” ujarnya.

Meski luas lahan tidak terlalu besar, keduanya merupakan aset resmi milik Pemerintah Kota Makassar.

Itu sudah cukup representatif sebagai pilot project. Di sana fasilitasnya juga lengkap, ada rumah jamur dan rumah maggot. Terkait waktu pelaksanaan, Aulia memastikan program ini mulai dikerjakan tahun depan.

“Pelaksanaannya dimulai tahun 2026. Saat ini kami masih melakukan pembahasan untuk persiapan anggaran pokok 2026 agar semua tertata dengan baik,” katanya.

Untuk kebutuhan anggaran, satu lokasi diperkirakan membutuhkan pembiayaan sekitar Rp4 miliar, termasuk fasilitas penelitian dan dukungan teknologi.

Meski menjadi fasilitas pemerintah, pengelolaan kawasan Urban Farming ini tidak diberikan ke masyarakat umum. Nanti yang mengelola adalah tenaga profesional, lulusan pertanian, peternakan, dan perikanan.

“Fokusnya ada pada riset dan pengembangan benih, bukan komersialisasi. Mereka akan dibantu petugas dan tenaga operasional untuk perawatan area,” jelasnya.

Aulia menegaskan bahwa kawasan Urban Farming tidak ditujukan untuk mencari keuntungan komersial, namun lebih kepada penguatan ketahanan pangan dan dukungan ekonomi kerakyatan.

Hasil panen dari Urban Farming akan disalurkan ke SPPG. Selain itu, cold storage yang dibangun juga bisa digunakan Kelompok Wanita Tani (KWT) di sekitar lokasi.

“Ini juga sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum diserap oleh Dinas Ketahanan Pangan untuk kebutuhan,” terangnya.

Ke depan, pemasaran produk hortikultura dari KWT akan terhubung dengan pasar daerah melalui kolaborasi antar-SKPD.

Targetnya, produk KWT bisa masuk ke jaringan Mal Pelayanan Publik Digital (MPPD). Jadi kami tinggal menyinkronkan komoditas yang dibutuhkan pasar dan apa yang ditanam KWT.

“Contohnya, kalau di Biringkanaya menanam wortel, tinggal disesuaikan ke SPPD mana yang membutuhkan,” tutup Aulia.

Comment