KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut, Sita Dokumen hingga Barang Bukti Elektronik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (7/8/2025), untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji.

Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bakal di panggil KPK atas dugaan korupsi daba haji. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) di kawasan Jakarta Timur.

Penggeledahan dilakukan dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut tim penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) dari rumah Yaqut.

“Dari penggeledahan yang tim lakukan di rumah Saudara YCQ, tim mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” ujar Budi kepada wartawan, Jumat 15 Agustus 2025.

Barang bukti elektronik tersebut, lanjut Budi, akan diekstraksi untuk menelusuri informasi yang berkaitan dengan perkara.

“Nanti akan dibuka isinya, kita lihat informasi-informasi yang ada di dalam BBE. Tentu ini sangat berguna bagi penyidik untuk mendalami kasus,” jelasnya.

Sebelumnya, KPK telah mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Yaqut selama enam bulan ke depan. Pencegahan juga diberlakukan terhadap dua orang lain, yakni IAA dan FHM.

“Pada 11 Agustus 2025, KPK menerbitkan SK Larangan Bepergian Ke Luar Negeri untuk tiga orang, yaitu YCQ, IAA, dan FHM,” kata Budi pada Selasa 12 Agustus 2025.

KPK juga mengungkap adanya dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kuota haji ini. Hasil perhitungan awal menyebut kerugian mencapai lebih dari Rp 1 triliun.

“Hitungan awal internal KPK menunjukkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun. Angka ini sudah didiskusikan dengan BPK, namun tetap akan dihitung lebih rinci oleh BPK,” terang Budi.

Saat ini, perkara dugaan korupsi kuota haji sudah masuk tahap penyidikan. Meski begitu, KPK menegaskan belum menetapkan tersangka karena penyidikan masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

Comment