Makassar, Netral.co.id – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) menggelar sarasehan bertajuk“Penguatan Kebebasan Masyarakat Sipil untuk Berkumpul, Berekspresi, Berserikat, dan Berpendapat dalam Kerangka Keseimbangan antara Demokrasi dan Stabilitas Nasional”di Hotel Rinra, Makassar, Rabu (26/8/2025).
Kegiatan ini diikuti perwakilan organisasi kemasyarakatan, LSM, NGO se-Sulawesi Selatan, serta civitas akademika Universitas Hasanuddin. Forum diskusi dibuka oleh Asisten Deputi Koordinasi Ormas Kemenko Polkam, Brigjen TNI Dr. Arudji Anwar, bersama Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Sulsel, Ansyar.
Dalam sambutannya, Arudji menegaskan bahwa kebebasan sipil merupakan bagian penting dari indeks demokrasi Indonesia. Ia menekankan, demokrasi di Indonesia berakar pada nilai-nilai Pancasila, bukan sekadar meniru sistem Barat.
“Demokrasi kita menekankan gotong royong, tata krama, rasa kemanusiaan, toleransi, serta musyawarah mufakat. Nilai inilah yang menjadi ciri khas demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Ansyar menyoroti ruang kebebasan berserikat di Sulsel yang dinilainya cukup luas. Hal itu terlihat dari jumlah organisasi kemasyarakatan yang mencapai sekitar 500, lebih banyak dibandingkan di Pulau Jawa yang berpenduduk lebih besar namun hanya memiliki sekitar 400 organisasi.
“Ini menunjukkan bahwa kebebasan berserikat dan berpendapat di Sulsel sudah terpenuhi dengan baik,” ungkapnya.
Sarasehan ini menghadirkan narasumber dari Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin, dan Komnas HAM. Prof. R. Widya Setiabudi Sumadinata dari Universitas Padjadjaran menekankan pentingnya memperkuat hak-hak sipil, partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan, serta perlunya ruang publik yang sehat sebagaimana digagas Jurgen Habermas. Ia menilai penguatan kebebasan sipil juga berperan menekan praktik korupsi, impunitas, dan ketidaktransparanan.
Prof. Sukri dari Universitas Hasanuddin menambahkan, arah pengembangan demokrasi harus sesuai dengan kondisi objektif masyarakat dan amanah konstitusi. Ia menilai pendidikan politik penting agar masyarakat bersikap rasional, terutama dalam menghadapi pemilu, serta mengingatkan bahaya politisasi institusi negara.
Narasumber lain, Mimin Dwi Hartono dari Komnas HAM, mengungkapkan masih adanya aduan terkait pelanggaran kebebasan berekspresi di Sulawesi Selatan. Ia menegaskan perlunya komitmen semua pihak baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat sipil untuk melindungi hak berpendapat, berekspresi, berkumpul, dan berorganisasi.
“Pembatasan hak-hak sipil hanya boleh dilakukan dengan hati-hati, cermat, dan akuntabel,” tegasnya.
Diskusi ini dipandu oleh Dr. Andi Lukman Irwan, Ketua Departemen Ilmu Pemerintahan Universitas Hasanuddin, yang menghadirkan dinamika pemikiran kritis antara narasumber dan peserta.
Comment