HMI Cabang Gowa Raya: Menegakkan Kesadaran Ekologis dan Menolak Pembalakan Liar dalam Perspektif NDP

Di tengah meningkatnya intensitas bencana alam, banjir bandang, tanah longsor, hingga cuaca ekstrem yang melanda berbagai daerah di Indonesia, kita dipaksa untuk merefleksikan kembali hubungan kita dengan alam. Di Sumatra dan Aceh, problem lingkungan bukan lagi wacana, tetapi kenyataan yang hadir disetiap musim hujan: air meluap, sungai tak lagi jinak, dan tanah kehilangan pegangan karena pepohonan yang seharusnya menjadi penyangga telah ditebang satu demi satu.

Formateur terpilih Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa Raya, Taufikkurahman. (Foto: Netral.co.id/F.R).

Makassar, Netral.co.id – Di tengah meningkatnya intensitas bencana alam, banjir bandang, tanah longsor, hingga cuaca ekstrem yang melanda berbagai daerah di Indonesia, kita dipaksa untuk merefleksikan kembali hubungan kita dengan alam. Di Sumatra dan Aceh, problem lingkungan bukan lagi wacana, tetapi kenyataan yang hadir disetiap musim hujan: air meluap, sungai tak lagi jinak, dan tanah kehilangan pegangan karena pepohonan yang seharusnya menjadi penyangga telah ditebang satu demi satu.

Fenomena deforestasi yang semakin masif, serta tindakan eksploitatif terhadap hutan telah menggerus kemampuan alam untuk menjaga keseimbangannya. Dalam beberapa dekade jumlah pembabatan hutan (deforestasi) menunjukkan sebanyak 1,5 juta Hektar selama 2016-2024, hal ini mengindikasikan 12 Perusahaan diantaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Sumber; Walhi, 2025.

Dalam Perspektif Hukum hal ini melanggar UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain itu, juga melanggar UU Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PP No 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah seharusnya dalam mengambil kebijakan (Public Government) memperhatikan aspek lingkungan berdasarkan aturan yang berlaku, sehingga dapat meminimalisir bencana alam berupa tanah longsor, banjir yang seperti terjadi di Sumatra dan Aceh.

Formateur terpilih Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa Raya, Taufikkurahman menegaskan komitmen organisasi dalam merespons meningkatnya bencana alam di berbagai wilayah, terutama yang berkaitan dengan kerusakan hutan dan pembalakan liar. HMI memandang bahwa kerusakan lingkungan merupakan persoalan serius yang tidak boleh dipandang sebagai kejadian alam semata, melainkan sebagai akumulasi kesalahan kebijakan, lemahnya pengawasan, dan perilaku eksploitatif terhadap alam.

Dalam keterangan resminya, formatur terpilih menekankan bahwa perspektif Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) menjadi dasar sikap HMI dalam melihat problem ekologis saat ini. Dalam NDP, manusia dipahami sebagai khalifatullah fil ardh, subjek yang memikul amanah untuk memakmurkan bumi. Karena itu, segala bentuk perusakan lingkungan, pembalakan liar, hingga praktik tambang yang tidak memperhatikan keberlanjutan dipandang sebagai pelanggaran amanah moral dan ketuhanan.

“Bencana yang kita hadapi hari ini tidak lahir begitu saja. Banyak di antaranya merupakan akibat langsung dari ketidakadilan ekologis: perizinan yang longgar, penjarahan hutan oleh mafia kayu, serta lemahnya penegakan hukum. Dalam perspektif NDP, ketidakadilan adalah musuh peradaban, sehingga melindungi lingkungan adalah bagian dari perjuangan moral HMI,” ujar formatur terpilih HMI Cabang Gowa Raya.

NDP: Jalan Etis, Memandang Krisis Ekologis

Dalam Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), manusia dipahami sebagai khalifatullah fil ardh (wakil Tuhan di bumi). Artinya, manusia memiliki mandat moral untuk memakmurkan bumi, bukan merusaknya. Relasi manusia dan alam dalam perspektif NDP bukan relasi dominasi, melainkan relasi amanah. Ketika hutan ditebang tanpa kendali, ketika sungai diperlakukan hanya sebagai saluran limbah industri, ketika tanah dijual untuk kepentingan korporasi tertentu, maka yang dikhianati bukan hanya ekologinya, tetapi amanah ketuhanan itu sendiri. Dalam logika NDP, kerusakan lingkungan adalah bentuk pembangkangan moral.

Bencana Alam Bukan Sekadar Takdir, Tapi Akumulasi Ketidakadilan. Sering kali bencana dipahami sebagai takdir alamiah. Namun kenyataannya, banyak bencana adalah hasil ketidakadilan struktural:

  1. Perizinan tambang yang dikeluarkan tanpa kajian AMDAL yang memadai
  2. Penjarahan hutan untuk kepentingan segelintir pihak
  3. Lemahnya penegakan hukum terhadap mafia kayu
  4. Pengabaian masyarakat adat sebagai penjaga ruang hidup

Dari sudut pandang NDP, ketidakadilan merupakan musuh utama perjuangan. Karena itu, kritik ekologis di era sekarang sejatinya merupakan kelanjutan dari ikhtiar HMI dalam menegakkan nilai keadilan sosial.

HMI Cabang Gowa Raya dan Agenda Hijau Hitam

Sebagai organisasi kader yang lahir untuk menjawab tantangan zaman, HMI Cabang Gowa Raya memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk tampil sebagai motor perubahan. Dalam konteks tersebut, HMI Cabang Gowa Raya perlu menegaskan sikap:

  1. Advokasi Serius terhadap Pembalakan Liar : Mendorong aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga Balai Besar KSDA untuk menindak kelompok perusak hutan tanpa tebang pilih.
  2. Menghidupkan Kaderisasi Ekologi : Memperkuat pemahaman lingkungan dalam Latihan Kader (LK) dan diskusi perkaderan: keberlanjutan, keadilan ekologis, etika lingkungan dalam Islam.
  3. Kolaborasi dengan Komunitas Lingkungan : Bekerja sama dengan komunitas pecinta alam, peneliti, dan masyarakat adat yang selama ini menjadi garda terdepan menjaga hutan.
  4. Membangun Gerakan Sosial “Hijau Hitam” : Gerakan yang menegaskan dua hal: identitas hijau hitam HMI dan komitmen hijau untuk bumi.
  5. Kontrol Sosial Berbasis Data : Memanfaatkan riset, pemetaan kerusakan hutan, serta monitoring media untuk menjadi basis kritik dan rekomendasi kebijakan.

HMI Cabang Gowa Raya menilai bahwa kerusakan hutan di Sumatra dan Aceh kawasan pegunungan sekitarnya berdampak pada meningkatnya banjir, tanah longsor, hingga perubahan pola iklim disekitar. Kerusakan tersebut berdampak langsung terhadap masyarakat, terutama petani, warga lereng gunung, dan penduduk di sekitar aliran sungai.

Sebagai respons, HMI Cabang Gowa Raya mengumumkan beberapa agenda strategis:

  1. Advokasi dan Pengawasan Publik : Mendorong pemerintah daerah, penegak hukum, dan instansi terkait untuk memperketat pemberantasan pembalakan liar dan memperkuat pengawasan kawasan hutan.
  2. Integrasi Isu Ekologi dalam Kaderisasi : Memasukkan isu keadilan lingkungan, etika ekologis dalam Islam, serta konsep keberlanjutan ke dalam materi kajian dan perkaderan HMI.
  3. Kolaborasi dengan Komunitas dan Akademisi :Berkerja sama dengan kelompok pecinta alam, akademisi, serta masyarakat adat sebagai penjaga ekosistem untuk memperkuat basis gerakan.
  4. Gerakan Sosial “Hijau Hitam” :Peluncuran gerakan ekologis cabang yang berorientasi pada edukasi, aksi penghijauan, pemetaan kerusakan hutan, dan kampanye publik.

Penutup: Melindungi Alam Adalah Melindungi Masa Depan

Hari ini, kita berada pada persimpangan. Di satu sisi, pembangunan terus berjalan dengan tuntutan ekonomi yang tak terbendung. Di sisi lain, alam menjerit meminta ruang untuk pulih. Di titik ini HMI harus hadir bukan sebagai penonton, melainkan sebagai penggerak yang membawa perspektif moral, intelektual, dan keberpihakan serta keberlanjutan.

Dengan menjadikan NDP sebagai kompas etis, HMI Cabang Gowa Raya berkomitmen untuk menegakkan pandangan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tindakan sosial, tetapi ibadah peradaban. Alam adalah amanah. Dan amanah harus dijaga, bukan dinegosiasi.

HMI Cabang Gowa Raya menegaskan bahwa menjaga lingkungan tidak dapat ditunda. Kerusakan hutan bukan hanya ancaman ekologis, tetapi ancaman sosial, ekonomi, dan masa depan generasi muda.

“Melestarikan alam adalah bagian dari menjaga martabat kemanusiaan. HMI Cabang Gowa Raya akan berdiri di garda terdepan dalam mengawal isu lingkungan dan memastikan bahwa amanah peradaban ini tidak lagi diabaikan,” tutup formatur terpilih.

Comment