Jakarta, Netral.co.id – Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menilai ketiadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam daftar pihak yang disasar oleh tuntutan rakyat 17+8 bukanlah prestasi, melainkan kritik keras terhadap keberadaan lembaga tersebut.
Menurut akademisi Universitas Paramadina yang akrab disapa Hensa itu, tidak disebutnya DPD dalam gelombang aspirasi publik mengindikasikan bahwa masyarakat tidak melihat kontribusi nyata lembaga itu dalam dinamika politik nasional.
“Kalau kita lihat, 17+8 sama sekali tidak menyentuh DPD. Artinya, ada dua kemungkinan: rakyat melupakan Anda, atau kerja-kerja Anda memang tidak terlihat,” ujar Hensa di Jakarta, Senin (8/9/2025).
Hensa menegaskan, tuntutan 17+8 diarahkan kepada DPR, Presiden, dan kepolisian, dengan batas waktu tertentu untuk merespons. Namun, absennya DPD dari daftar tersebut memperlihatkan bahwa lembaga ini seakan tidak dianggap relevan.
“Seharusnya, DPD menjadi bagian dari representasi rakyat, khususnya isu-isu kedaerahan. Tapi, ketiadaan mereka dalam tuntutan 17+8 memunculkan keraguan besar terhadap efektivitas dan relevansi DPD saat ini,” tuturnya.
Ia menambahkan, masyarakat seolah tidak merasakan dampak keberadaan DPD dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Karena itu, Hensa menilai ketidakdisentuhan DPD oleh tuntutan publik harus dipandang sebagai masukan kritis, bukan sebagai pencapaian.
“Bukan prestasi ketika tidak dibahas. Itu justru masukan sangat kritis terhadap kehadiran Dewan Perwakilan Daerah,” tegasnya.
Ketidakjelasan Peran DPD
Lebih jauh, Hensa menyoroti ketidakjelasan peran DPD dalam sistem ketatanegaraan. Meski secara normatif memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan pertimbangan, ia menilai implementasinya lemah dan tidak memberi dampak signifikan.
“Lupanya masyarakat menyebut DPD adalah indikasi serius bahwa relevansi dan fungsi lembaga ini dipertanyakan secara fundamental,” jelasnya.
Hensa mendorong agar DPD segera berbenah dan mengambil peran lebih aktif dalam merespons isu publik. Tanpa langkah konkret, menurutnya, lembaga itu akan terus terpinggirkan dari kesadaran politik masyarakat.
“DPD harus berani mengakui kritik ini dan menjadikannya pemicu untuk membuktikan kebermanfaatan mereka, atau akan terus dilupakan,” pungkas Hensa.
Comment