FORNAS NTB 2025 Melenceng dari Semboyan “Pulau Seribu Masjid” Gubernur Harus Bertanggung Jawab

Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) 2025 yang dijadwalkan berlangsung di Nusa Tenggara Barat seharusnya menjadi momentum strategis untuk menampilkan kekayaan budaya dan kearifan lokal NTB kepada seluruh Indonesia.

Farden, Koordinator Nasional Politik (NasPol) NTB–Makassar Raya. (Foto: Netral.co.id/F.R)

Makassar, Netral.co.idFestival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) 2025 yang dijadwalkan berlangsung di Nusa Tenggara Barat seharusnya menjadi momentum strategis untuk menampilkan kekayaan budaya dan kearifan lokal NTB kepada seluruh Indonesia.

Namun kenyataan di lapangan justru menyisakan kekecewaan dan kegelisahan. FORNAS NTB 2025 dinilai keluar dari nilai-nilai dasar yang menjadi identitas daerah, bahkan telah berubah menjadi ajang yang penuh kebobrokan moral dan pelecehan terhadap karakter NTB sebagai “Pulau Seribu Masjid.”

Festival yang Kehilangan Arah dan Nilai

Dalam sejumlah agenda awal yang bocor ke publik dan beberapa kegiatan prafestival yang telah digelar, FORNAS NTB 2025 terlihat lebih menonjolkan aspek hiburan berlebihan, pertunjukan musik liar, dan gaya hidup glamor yang jauh dari kesederhanaan dan religiusitas masyarakat NTB.

Beberapa kegiatan bahkan dinilai tidak layak secara etika budaya lokal, termasuk dugaan adanya keterlibatan sponsor-sponsor produk yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan moralitas masyarakat NTB.

“Ini bukan lagi panggung olahraga rekreasi rakyat, tapi telah menjadi panggung komersialisasi budaya yang merusak sendi-sendi kesucian sosial kita,” ungkap Farden, Koordinator Nasional Politik (NasPol) NTB–Makassar Raya. Selasa, (29/07/2025).

Farden menambahkan bahwa banyak penampilan dalam acara tersebut terkesan vulgar, tidak dikurasi dengan bijak, dan mempertontonkan budaya luar tanpa filter kearifan lokal.

Alih-alih memperkuat jati diri NTB sebagai daerah religius, FORNAS justru membuka ruang yang rawan menjadi panggung penyimpangan nilai. “Apakah kita sedang menanam nilai atau merobohkan warisan?” tanyanya tegas.

Pelecehan terhadap Identitas NTB

Julukan “Pulau Seribu Masjid” bukan sekadar simbol. Ia adalah manifestasi dari peradaban masyarakat NTB yang mengakar pada nilai-nilai Islam, kesantunan, dan kesederhanaan.

Ketika FORNAS diadakan dengan kemasan yang mencoreng nilai-nilai tersebut, maka itu bukan hanya kegagalan acara tapi penghinaan terhadap identitas kolektif masyarakat NTB.

“Kita tidak alergi hiburan. Tapi hiburan harus proporsional, terkurasi, dan tidak menabrak nilai. Saat musik dibebaskan, aurat dipertontonkan, dan ruang publik dipenuhi euforia tak terkontrol itu bukan olahraga rakyat, itu pesta pora,” ujar Farden.

Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal Harus Bertanggung Jawab

Menurut Farden, Gubernur NTB tidak bisa bersembunyi di balik panitia atau dalih “ini hanya event nasional. Segala proses perencanaan, perizinan, hingga pengawasan melekat pada pemerintah provinsi. Maka kegagalan FORNAS NTB 2025 dalam menjunjung nilai-nilai lokal adalah bentuk nyata kelalaian kepemimpinan.

“Gubernur harus bertanggung jawab. Ini bukan sekadar salah konsep, ini salah arah. Kami mendesak Gubernur untuk melakukan evaluasi total dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat NTB, khususnya para tokoh agama, pesantren, dan warga yang merasa tersakiti oleh penyimpangan acara ini,” tegas Farden.

Ia juga menyebut bahwa kelompok-kelompok masyarakat sipil, mahasiswa, dan pemuda lintas elemen mulai menyusun langkah protes dan aksi simbolik atas kondisi ini. “Kalau pemimpin tak mendengar suara rakyat, maka suara rakyat akan datang langsung ke depan gerbang kekuasaan,” ujarnya dengan nada serius.

Seruan Moral dan Tuntutan Perubahan

FORNAS NTB 2025 sejatinya bisa menjadi kebanggaan. Tapi dengan arah yang saat ini diambil, ia justru menjadi luka kolektif. Farden menyerukan agar tokoh-tokoh agama, budayawan, dan masyarakat sipil segera bersuara.

“Kita tidak boleh diam. Ketika budaya kita dilecehkan atas nama festival, maka kita sedang disuruh menikmati kehancuran jati diri.”

Farden menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti menyuarakan kebenaran. “Kami di NasPol NTB–Makassar Raya bersama rakyat akan terus mengawal ini. Jika perlu, kita akan turun ke jalan. Kita bukan menolak kemajuan, tapi menolak kesesatan dibungkus kemajuan,” tutupnya.

Comment