Jakarta, Netral.co.id – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencatat kejutan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy), melampaui berbagai proyeksi yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan berada di bawah 5%.
Kepala BPS menyebutkan bahwa nilai PDB Indonesia pada periode April–Juni 2025 mencapai Rp 5.947 triliun, naik 4,04% dibandingkan kuartal sebelumnya. Capaian ini bertolak belakang dengan prediksi sejumlah ekonom yang memperkirakan pertumbuhan akan tertahan akibat lesunya konsumsi masyarakat dan tantangan global.
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, mengaku cukup terkejut dengan hasil tersebut. Menurutnya, ekspektasi pertumbuhan hanya berkisar antara 4,7% hingga 5,0%.
“Angka 5,12% ini di luar dugaan banyak pihak, termasuk saya. Kami memperkirakan di bawah 5%, bahkan sekitar 4,8%–4,9%,” ungkap Tauhid, Selasa (5/8/2025).
Hal senada disampaikan Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Ia memproyeksikan pertumbuhan hanya akan menyentuh 4,5%–4,7% yoy, mengingat tidak ada lagi momentum musiman pasca-Lebaran dan daya beli masyarakat yang melemah.
“Tidak ada faktor pendorong besar di kuartal ini. Konsumen masih menahan belanja,” katanya.
Lemahnya daya beli juga tercermin dalam Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang berada di level 49,2 pada Juli 2025 di bawah ambang batas netral 50 yang mengindikasikan kontraksi.
Sementara itu, CORE Indonesia memproyeksikan angka pertumbuhan kuartal II-2025 hanya sebesar 4,7%–4,8%, dipengaruhi oleh penurunan konsumsi rumah tangga dan rendahnya belanja pemerintah.
“Kami prediksi belanja pemerintah masih kontraksi. Kuartal I negatif, kuartal II kami perkirakan turun sekitar 1%,” ujar Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal.
Tak hanya para ekonom dalam negeri, beberapa lembaga internasional juga mencatat tren pelemahan ekonomi Indonesia.
Laporan LPEM FEB UI edisi Juni 2025 mencermati tanda-tanda perlambatan yang disebabkan menurunnya daya beli, menyusutnya kelas menengah, serta produktivitas sektoral yang stagnan. Penurunan kontribusi sektor manufaktur dan pertanian terhadap PDB menjadi perhatian utama.
“Indonesia perlu memperluas penciptaan lapangan kerja untuk kelompok berpendidikan rendah-menengah agar daya beli tetap terjaga,” demikian laporan tim peneliti LPEM.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia untuk 2025 menjadi 4,7%, dari sebelumnya 4,9%.
Sementara Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini hanya akan mencapai 4,7%, dan 4,8% untuk 2026. Proyeksi ini mencerminkan perlambatan dari capaian kuartal I sebesar 4,87%.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, menyebutkan tantangan global seperti ketegangan geopolitik dan arus modal yang tidak stabil sebagai faktor utama yang menekan kinerja ekonomi negara berkembang.
“Indonesia menunjukkan ketahanan, tetapi kami memproyeksikan PDB akan tetap di bawah 5%. Konsumsi pemerintah dan investasi turun signifikan tahun ini,” jelas Carolyn.
Meski sempat diragukan, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II-2025 berhasil melampaui ekspektasi. Namun, sejumlah indikator fundamental seperti konsumsi rumah tangga, investasi, dan kinerja ekspor masih perlu diperkuat untuk menjaga momentum pemulihan jangka panjang.
Comment