Jakarta, Netral.co.id – Kasus teror terhadap jurnalis Tempo masih belum menemui titik terang, sementara pemerintah dinilai kurang serius dalam menangani peristiwa tersebut. Kritik keras datang dari Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, yang menyoroti pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, yang terkesan meremehkan insiden ini.
Hasan sebelumnya menanggapi pengiriman kepala babi ke redaksi Tempo dengan pernyataan kontroversial, menyarankan agar kepala babi tersebut “dimakan saja”. Komentar ini dianggap tidak sensitif terhadap ancaman yang dialami jurnalis.
“Tindakan teror ini harus dianggap serius oleh pemerintah. Pernyataan dari Juru Bicara Istana yang seakan meremehkan menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam melindungi kebebasan pers,” ujar Lakso dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (23/3/2025).
Lakso mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengungkap dalang di balik aksi teror ini. Ia mengingatkan agar kasus ini tidak dibiarkan menghilang begitu saja tanpa penyelesaian.
“Belum adanya hasil investigasi yang konkret menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat hukum belum bertindak serius. Jangan sampai kasus ini terlupakan dan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia,” tegasnya.
Menurut Lakso, kasus ini bukan hanya persoalan Tempo, tetapi ancaman bagi seluruh jurnalis yang memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
“Jurnalis adalah pilar penting demokrasi. Teror semacam ini jelas merupakan serangan terhadap kebebasan pers dan upaya melemahkan kontrol terhadap kebijakan pemerintah,” jelasnya.
Sebelumnya, jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), menerima kiriman kepala babi pada Rabu (19/3/2025) setelah menerbitkan artikel yang mengkritisi kebijakan pemerintah.
Insiden ini disusul dengan paket berisi enam bangkai tikus tanpa kepala yang dikirim ke kantor Tempo pada Sabtu (22/3/2025).
Namun, saat ditanya oleh wartawan, Hasan Nasbi justru memberikan respons yang terkesan meremehkan.
“Sudah dimasak saja, sudah dimasak saja,” katanya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (21/3/2025).
Hasan menilai bahwa pengiriman kepala babi bukan ancaman pembunuhan, terutama karena Cica sendiri menanggapinya dengan santai di media sosial.
“Saya lihat dari media sosialnya Francisca, dia justru minta dikirimin daging babi. Itu artinya dia enggak terancam kan? Buktinya dia masih bisa bercanda,” ungkapnya.
Hasan juga menyatakan bahwa insiden ini adalah urusan Tempo sendiri dan bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.
“Kita kan enggak tahu siapa pelakunya. Ini problem mereka, entah dengan siapa. Apakah itu ancaman serius atau hanya jokes? Saya rasa tidak perlu dibesar-besarkan,” tambahnya.
Pernyataan Hasan menuai kecaman dari berbagai kalangan, terutama aktivis pers dan pegiat demokrasi.
Mereka menilai bahwa sikap pemerintah yang meremehkan teror terhadap jurnalis berpotensi melemahkan kebebasan pers dan membiarkan ancaman semacam ini terus terjadi.
Lakso menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak tegas dan menjamin perlindungan bagi jurnalis yang menjalankan tugasnya.
“Jika pemerintah membiarkan teror semacam ini terjadi tanpa tindakan nyata, maka ini akan menjadi sinyal bahwa kebebasan pers di Indonesia berada dalam ancaman serius,” pungkasnya.
Comment