Makassar, Netral.co.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar diskusi terpumpun dengan aktivis dan pemerhati Pemilu.
Pertemuan ini bertujuan mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan program Pendidikan Pengawas Partisipatif (P2P) yang sudah berjalan sejak tahun 2024 hingga 2025.
“Pengawasan partisipatif adalah ruang yang harus terus diperluas. Keberhasilan program Pendidikan Pengawas Partisipatif (P2P) tidak hanya diukur dari jumlah pelatihan yang dilaksanakan, tetapi dari kualitas tindak lanjut dan keberlanjutan gerakan pengawasan di tengah masyarakat,” ungkap Saiful Jihad, Kamis (4/12/2025).
Diskusi ini dipimpin langsung oleh Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad. Hadir pula aktivis kepemiluan terkemuka seperti Khudri Arsyad, Azry Yusuf, Herwanita, dan tokoh lainnya.
Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, sempat hadir dan menyampaikan apresiasi atas pentingnya forum evaluasi ini.
Fokus utama diskusi adalah mengevaluasi metode, kurikulum, dan tingkat efektivitas program P2P di tengah masyarakat. Berbagai masukan strategis muncul sebagai bekal perbaikan menuju Pemilu serentak 2029, di antaranya:
- Penguatan Komunitas AlumniProgram P2P tidak boleh hanya berhenti sebagai pelatihan sesaat, tetapi harus berlanjut menjadi ekosistem pengawasan yang berkelanjutan.
- Pemetaan Pelanggaran DaerahPerlu adanya data detail pelanggaran di setiap kabupaten/kota, agar strategi pencegahan yang dirancang Bawaslu menjadi lebih tepat sasaran.
- Inklusivitas PesertaKeterlibatan pemilih pemula, perempuan, dan kelompok difabel (penyandang disabilitas) harus dimaksimalkan karena selama ini dinilai belum terjangkau optimal.
- Perlindungan PelaporMasyarakat masih takut melaporkan pelanggaran karena khawatir akan keamanan dan kerahasiaan identitas mereka. Bawaslu perlu menjamin perlindungan bagi pelapor.
- Perluasan Peran Kader P2PKader yang sudah dilatih tidak hanya berperan sebagai pelapor, tetapi juga sebagai simpul informasi strategis yang mampu membantu Bawaslu mengidentifikasi potensi pelanggaran sejak dini.
“Kami menyadari masih banyak masyarakat yang ragu menyampaikan informasi pelanggaran akibat kekhawatiran atas keamanan dan kerahasiaan mereka. Ini menjadi catatan serius bagi kami. Bawaslu harus mampu merumuskan strategi mitigasi hambatan dan menjamin perlindungan pelapor agar publik tidak takut lagi menjadi mata dan telinga pengawasan,” jelas Saiful Jihad.
Pertemuan itu sepakat bahwa tolok ukur keberhasilan P2P bukanlah seberapa banyak pelatihan yang digelar, melainkan dari kualitas tindak lanjut dan keberlanjutan gerakan pengawasan partisipatif di tengah masyarakat.
Menanggapi masukan tersebut, Bawaslu Sulsel menegaskan komitmennya untuk segera menguatkan desain program P2P. Hal ini termasuk memperkaya modul pendidikan dan merumuskan strategi untuk mengatasi berbagai hambatan, agar program ini semakin adaptif menghadapi tantangan Pemilu Serentak 2029.
“Ke depan, peran kader P2P harus diperluas. Mereka tidak hanya kami harapkan sebagai pelapor, tetapi juga sebagai simpul informasi strategis yang mampu membantu Bawaslu mengidentifikasi potensi pelanggaran sejak dini. Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud ketika publik merasa menjadi bagian dari kerja-kerja pengawasan itu sendiri,” jelasnya.
Mengakhiri pertemuan, Saiful Jihad menekankan bahwa pengawasan partisipatif adalah kunci utama. “Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud ketika publik merasa menjadi bagian dari kerja-kerja pengawasan,” tutupnya.

Comment