Jakarta, Netral.co.id – Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menyebut keputusan Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto memberi amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai perwujudan pendekatan politik baru yang ia istilahkan sebagai “Mazhab Rangkulisme”.
“Kalau sebelumnya Prabowo mengenalkan istilah serakanomics, kini ia mempraktikkan rangkulisme upaya merangkul semua pihak, termasuk PDIP dan Megawati,” ujar Agung, Minggu (3/8/2025).
Menurut Agung, gaya kepemimpinan Prabowo menunjukkan kontras yang jelas dibandingkan dengan Presiden sebelumnya, Joko Widodo. Prabowo dinilai ingin dikenal sebagai sosok yang inklusif dan terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak demi kepentingan nasional.
Ia juga menilai istilah “serakahnomics” yang pernah disampaikan Prabowo bukan hanya sindiran terhadap elit rakus, namun secara tersirat juga mengarah pada pemerintahan Jokowi.
Namun Agung mengingatkan bahwa pendekatan rangkulisme ini bisa berdampak negatif jika hanya menyasar kalangan elite. “Risiko demokratis bisa muncul, seperti melemahnya partisipasi publik,” katanya.
Amnesti Hasto Dinilai Pererat Prabowo-Megawati
Sinyal penguatan hubungan antara Gerindra dan PDIP mencuat seiring amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Langkah ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
Dasco mengumumkan bahwa DPR bersama pemerintah telah menyetujui amnesti untuk 1.116 narapidana, termasuk Hasto. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Presiden Nomor R42/Pres/07/2025 tanggal 30 Juli 2025.
Hasto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019–2024 yang menyeret nama buronan Harun Masiku.
Pasca pengumuman, Dasco membagikan foto kebersamaan dengan elite PDIP seperti Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, dan Prananda Prabowo. Mereka tampak akrab dalam pertemuan tertutup bertema “Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan”, Kamis (31/7/2025) malam.
Langkah ini menimbulkan spekulasi bahwa amnesti tersebut merupakan bagian dari kompromi politik agar PDIP tak memilih jalan oposisi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sinyal-sinyal kedekatan ini sudah terlihat sebelumnya, seperti pertemuan Prabowo-Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta (7 April 2025), serta pertemuan lanjutan antara Dasco dan Prasetyo Hadi di kediaman Megawati.
Meski begitu, Megawati telah menegaskan posisi partainya bukan sebagai oposisi ataupun koalisi. “Peran kita adalah memastikan pembangunan nasional tetap di rel konstitusi,” tegasnya saat pidato penutupan Kongres Ke-6 PDIP di Bali, Sabtu (2/8/2025).
Pernyataan itu mempertegas bahwa PDIP memilih menjadi penyeimbang politik, di tengah dinamika arah pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran.
Comment