Aliansi Alumni Soroti Bahaya Politik Praktis di Kampus

IMG 8044


Makassar, Netral.co.id — Kampus dan politik praktis kerap menjadi topik sensitif. Banyak pihak berpendapat bahwa perguruan tinggi harus tetap menjadi ruang akademik yang steril dari kepentingan politik praktis. Karena itu, pimpinan universitas, termasuk rektor, dituntut menjaga netralitas dan tidak menggunakan jabatannya untuk kepentingan partai politik tertentu.

Ketua Aliansi Alumni Pemerhati Universitas Hasanuddin, Syahrullah Sanusi, S.Sos., M.Si, menegaskan bahwa kampus harus bebas dari politik praktis demi menjaga kebebasan akademik dan integritas institusi.

“Beberapa alasan mengapa kampus harus bebas dari politik praktis, pertama kebebasan akademik. Kampus harus menjadi tempat berkembangnya ide tanpa tekanan politik. Kedua, integritas institusi, karena keterlibatan politik praktis dapat merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap universitas. Ketiga, fokus pada pendidikan, pimpinan universitas seharusnya berkonsentrasi meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian, bukan pada kepentingan politik,” ujar Syahrullah saat ditemui di sebuah warkop di Makassar, Jumat, 19 Desember 2025.

Meski demikian, ia tidak menutup mata bahwa akademisi dan kampus tetap dapat berperan dalam ranah politik, namun secara konstruktif dan tanpa keberpihakan pada partai politik tertentu.

“Peran akademisi dan kampus yang saya maksud adalah memberikan kritik kebijakan dan analisis ilmiah, serta meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu strategis. Bukan dengan cara berkomitmen membantu kepentingan partai politik di dalam dunia kampus, seperti isu yang beredar pada Pemilihan Rektor Unhas periode 2022–2026, di mana Prof. Jamaluddin Jompa diduga memiliki komitmen dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” tegasnya.

Menurut Syahrullah, keterlibatan kampus dalam politik praktis dapat berdampak serius bagi civitas akademika. Kampus yang seharusnya menjadi ruang bebas untuk belajar dan berdiskusi justru berubah menjadi arena pertarungan kepentingan.

“Dampaknya bisa berupa hilangnya kepercayaan civitas akademika terhadap pimpinan universitas, terganggunya proses belajar mengajar, hingga munculnya konflik internal di kalangan mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan,” jelasnya.

Ia menambahkan, isu dugaan surat komitmen bersama partai politik tersebut seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Menurutnya, ada sejumlah solusi yang perlu diterapkan untuk mencegah praktik politik praktis di lingkungan kampus.

“Solusinya antara lain menjaga netralitas pimpinan universitas, memastikan kebebasan akademik tetap terjaga, menerapkan transparansi dalam proses pemilihan pimpinan, memberikan pendidikan politik yang objektif dan kritis kepada mahasiswa, serta membangun mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan,” tutupnya.

Comment