Syahrullah Sanusi : Pilrek Unhas Seharusnya Dijaga Kesuciannya Dari Politik Dagang Sapi

d55353d8 d2d6 4082 a38d 179b9fce2dc7

Makassar, Netral.co.id — Di tengah sorotan intens Pemilihan Rektor Universitas Hasanuddin pada peran politik praktis di lingkungan pendidikan, perguruan tinggi menjadi panggung sentral perdebatan sebagai saksi dari konflik keterlibatan politik praktis dalam kampus Univiersitas Hasanuddin.

Politik Praktis kian nyata di Kampus Universitas Hasanuddin. Baru baru ini beredar diberbagai sosial media Surat pernyataan dan Komitmen Prof. Jamaluddin Jompa pada Pemilihan Rektor Periode 2022-2026.

Dari beberapa poin yang terlihat dari surat pernyataan dan komitmen yang ditanda tangani diatas materai tersebut. Tertera dalam Poin ke 2 yaitu “Berkomintmen untuk membantu Kepentingan PDI Perjuangan di Provinsi Sulawesi Selatan Khususnya di Dunia Kampus”.

Hal tersebut menjadi pembicaraan serius dikalangan Civitas Akademika Universitas Hasanuddin. Salah satunya datang dari Syahrullah Sanusi, Alumni S1 dan S2 Universitas Hasanuddin yang juga merupakan kader HMI Komisariat Makassar Timur.

“Beredarnya surat Pernyataan dan Komitmen tersebut merupakan sebuah bukti bahwa Partai politik telah menyasar ke kalangan perguruan tinggi. Hal itu menjadikan perguruan tinggi negeri sebagai ajang politik praktis yang jauh dari tujuannya,” jelas Syahrullah Sanusi. Sabtu, 13 Desember 2025.

“Saya kembali mengingat masa masa kuliah dulu. Bagaimana Universitas Hasanuddin merupakan akar idealis bagi orang-orang intelektual dan bermoral dan melahirkan orang-orang terdidik,” lanjutnya.

Baginya, Surat yang ditanda tangani Prof. Jamaluddin Jompa itu mengakibatkan proses pemilihan Rektor sangat jauh dari arus Demokrasi, kampus akan didominasi oleh kekuatan Partai Politik.

“Berdasarkan hal tersebut perlu dibuatkan sebuah solusi agar Rektor terpilih dapat bersinergi dengan baik dan merupakan Rektor yang ideal yang memiliki komitmen tinggi dalam memajukan marwah pendidikan dan moralitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia yang seutuhnya,” tutupnya.

Penjelasan Teori Politik Praktis Kampus

Diskusi tentang politik dalam lingkungan kampus bukanlah suatu fenomena baru. Namun dengan adanya polarisasi politik dan munculnya gerakan mahasiswa yang aktif, perdebatan mengenai keterlibatan politik praktis di lingkungan kampus semakin kompleks. Secara tidak langsung, struktur dan upaya politik praktis mengajak pihak lain untuk berpartisipasi dalam bidang politik (Nardeak, 2015).

Biasanya kegiatan yang akan ditunggangi adalah seminar-seminar, dengan cara mengundang tokoh-tokoh politik. Menurut Nardeak (2015) politik praktis merupakan “politik kotor” yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik dengan baik dan benar, secara taktis politik praktis berusaha untuk memperjuangkan kekuasaan. 

Tinggi, Riset, dan Teknologi (DIRJEN DIKTI), Prof. Nizam pada tahun 2022 silam saat disiarkan pada DetikNews (25/04/2022). Prof Nizam mengatakan bahwa kampus sebagai lembaga akademik harus menjaga kebenaran ilmiah, bahkan tidak terdapat larangan untuk mahasiswa yang ingin terjun ke dunia politik. Beliau juga mengatakan bahwa menjaga kampus dari politik praktis merupakan tugas bersama agar marwah kampus sebagai lembaga ilmiah pencari kebenaran tidak terganggu. 

Solusi

Menjawab pertanyaan terkait dengan sejauh mana politik praktis boleh masuk lingkungan kampus adalah suatu permasalahan yang kompleks, yang membutuhkan keseimbangan antara kebebasan akademik, netralitas, dan pendidikan politik.

Politik praktis boleh masuk ke dalam perguruan tinggi selama hal itu tidak mengorbankan integritas akademik dan nilai-nilai inklusivitas. Dalam hal ini, perguruan tinggi harus berfungsi sebagai tempat yang mana mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman mendalam tentang isu-isu politik tanpa mengorbankan tujuan utama pendidikan.

Hal ini bertolak belakang ketika kita membaca Surat Pernyataan dan Komitmen Prof. Jamaluddin Jompa yang kembali saya ulangi “”Berkomintmen untuk membantu Kepentingan PDI Perjuangan di Provinsi Sulawesi Selatan Khususnya di Dunia Kampus”.

Pemilihan Rektor Unhas harus terbebas dari kooptasi kepentingan eksternal. Unhas harus mampu menghindar dari pola lama yang berusaha “cawe-cawe” dalam suksesi. Pemilihan rektor sudah seharusnya dijaga kesuciannya dari politik dagang sapi. Secara sederhananya, politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli “kepentingan”. (Rilis)

Comment