Idrus Marham Soroti Kisruh PBNU: Jangan Jadikan NU Arena Politik Elite

IMG 6485


Jakarta, Netral.co.id – Anggota MPO PB IKA PMII, Idrus Marham, angkat suara terkait memanasnya dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Ia menegaskan bahwa konflik yang terjadi belakangan ini tidak boleh berubah menjadi ajang konsolidasi kelompok atau perebutan kekuasaan, melainkan harus segera dijernihkan demi kemaslahatan organisasi.

Ketegangan mencuat usai beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang menuntut Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengundurkan diri. Dokumen yang ditandatangani Rais ‘Aam PBNU K.H. Miftachul Akhyar itu menyebutkan batas waktu tiga hari bagi Gus Yahya untuk mundur, dan jika tidak dipenuhi, Syuriah PBNU akan memberhentikannya secara paksa.

Menanggapi desakan itu, Gus Yahya menegaskan bahwa masa jabatannya merupakan amanah Muktamar ke-34 NU dan akan dijalani hingga selesai. Ia juga menyebut belum menerima surat fisik dari Syuriah serta mempertanyakan keabsahan risalah viral tersebut lantaran menggunakan tanda tangan manual.

Dalam pertemuan tertutup dengan para Ketua PWNU se-Indonesia di Surabaya, Gus Yahya memaparkan penjelasan sejumlah isu dan menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing PWNU untuk menyikapinya. “NU ini bukan milik saya saja. Semua pengurus punya hak dan tanggung jawab,” ujarnya.

Beberapa Ketua PWNU disebut menolak tekanan agar dirinya mundur. Namun, laporan sejumlah media seperti BangsaOnline mencatat bahwa banyak Ketua PWNU tidak hadir dalam pertemuan tersebut.

Idrus Marham: NU Bukan Rebutan Elite Kecil

Di tengah kegaduhan itu, Idrus Marham menyampaikan kritik keras. Ia menilai bahwa NU tidak boleh dikelola sebagai zona perebutan kekuasaan oleh segelintir elite. Menurutnya, PBNU harus kembali kepada nilai musyawarah, transparansi, dan pengabdian kepada warga NU.

“NU ini milik rakyat, milik warga NU, bukan milik satu kelompok kecil,” tegas Idrus.

Ia mengingatkan bahwa NU didirikan dari tradisi pesantren, akar rumput, dan kolektivitas umat — bukan oleh manuver politik elit. Idrus kemudian menguraikan kembali sejarah dan nama-nama besar yang menjadi muassis NU, dari K.H. Hasyim Asy’ari hingga para tokoh generasi awal yang membangun NU sebagai rumah besar umat dan bangsa.

Menurut Idrus, warisan para pendiri NU bukan sekadar catatan sejarah, tetapi standar etis yang harus menjadi rujukan dalam setiap dinamika organisasi. Karena itu, ia menyebut bahwa mendegradasi nilai keumatan dan kebangsaan demi kepentingan tertentu dapat dikategorikan sebagai “dosa besar”.

“Perbedaan pandangan itu wajar. Tapi kalau perbedaan kepentingan yang mendominasi, itu berbeda ceritanya. NU tidak boleh dikelola untuk tarik-menarik kepentingan,” ujarnya.

Idrus menegaskan bahwa sejak berdiri, NU selalu berpijak pada dua fondasi: kepentingan umat dan kepentingan bangsa. Ketika kepentingan lain masuk dan menguasai ruang organisasi, yang terancam bukan hanya marwah jam’iyyah, tetapi juga kepercayaan umat.

Latar Belakang Isu

Risalah Syuriah PBNU yang memicu kontroversi memuat beberapa tuduhan, termasuk soal pengelolaan keuangan PBNU yang dinilai tidak transparan serta kehadiran narasumber dalam Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) NU yang dianggap kontroversial karena disebut terkait jaringan internasional tertentu.

Gus Yahya mengaku telah menjelaskan isu tersebut dalam pertemuan Syuriah PBNU, dan menyebut beberapa anggota menyatakan penyesalan karena sebelumnya kurang mendapat informasi utuh.

Dari sisi lain, pengamat melihat absennya banyak Ketua PWNU dalam pertemuan di Surabaya sebagai sinyal tidak seragamnya dukungan terhadap kepemimpinan Gus Yahya.

Seruan Rekonsiliasi

Idrus menilai krisis ini harus menjadi momentum bagi NU untuk introspeksi dan kembali meneguhkan jati diri sebagai organisasi sosial-keagamaan yang berpegang pada moral, bukan panggung politik elite. Ia mendorong agar penyelesaian konflik dilakukan secara kekeluargaan, melibatkan para kiai sepuh dan tokoh moral sebagai penengah.

“Tidak cukup hanya klarifikasi internal, tetapi perlu langkah nyata rekonsiliasi dan transparansi agar NU tetap menjadi rumah besar umat, bukan panggung manuver kekuasaan,” tegas Idrus.

Comment