Makassar, Netral.co.id – Ketua Komisi B DPRD Sulawesi Selatan, Andi Azizah Irma, menyoroti lambatnya progres aktivasi Koperasi Merah Putih yang telah dibentuk di seluruh kabupaten/kota di Sulsel.
Sorotan tersebut muncul dalam Rapat Kerja pembahasan Ranperda tentang APBD Provinsi Sulsel Tahun Anggaran 2026 sekaligus Evaluasi Triwulan III APBD 2025 yang dihadiri oleh dinas terkait, berlangsung di Kantor Bina Marga dan Bina Konstruksi, Jalan AP Pettarani, Selasa (19/11/2025).
Menurutnya, ribuan koperasi tersebut tidak akan memberi dampak apa-apa jika hanya berhenti pada tahap pembentukan.
“Kita tidak ingin program ini hanya berhenti pada pembentukan. Koperasi Merah Putih harus benar-benar hidup, beraktivitas, dan memberi manfaat ekonomi di daerah,” tegas Azizah, Rabu (19/11/2025).
Azizah menilai persoalan terbesar saat ini adalah minimnya pendampingan dari pemerintah provinsi. Pada tahun anggaran 2026, Dinas Koperasi Sulsel hanya menyiapkan sekitar Rp97 juta untuk pendampingan, dan itu hanya mencakup 7 kabupaten/kota, jauh dari total 24 kabupaten/kota yang ada.
“Pendampingan untuk 7 kabupaten saja itu sangat tidak cukup. Kalau pendampingannya terbatas, kita tidak bisa berharap ribuan koperasi bisa berjalan optimal,” ujarnya.
Ia menilai perlu ada penambahan anggaran dan perluasan cakupan pendampingan agar koperasi yang sudah terbentuk dapat segera aktif.
Menurutnya, pendampingan adalah faktor krusial yang akan menentukan apakah koperasi benar-benar produktif atau hanya jadi “nama di atas kertas”.
“Kami mendorong agar pendampingan diperluas. Kalau mau berhasil, anggarannya harus ditambah. Tidak mungkin ribuan koperasi berjalan tanpa pembinaan yang memadai,” jelas Azizah.
Komisi B juga mendorong evaluasi triwulanan agar perkembangan di lapangan bisa terpantau secara berkala. Azizah menegaskan bahwa evaluasi tiga bulanan akan mencegah stagnasi dan mempermudah koreksi dini.
“Setiap tiga bulan harus ada evaluasi. Dinas harus melaporkan progres, Komisi B akan mengawasi. Kami tidak ingin menunggu akhir tahun baru tahu ada masalah,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Sulsel, Heriwawan, mengungkap gambaran lebih rinci terkait kondisi di lapangan. Menurutnya, dari sekitar 3.000 Koperasi Merah Putih yang telah dibentuk, hanya sekitar 130 yang benar-benar mulai beroperasi.
“Yang terbentuk itu ribuan, tapi yang berjalan baru seratus sekian. Sangat kecil kalau dihitung persentasenya,” ungkapnya.
Heriwawan menilai banyak masyarakat sebelumnya beramai-ramai mengusulkan pembentukan Koperasi Merah Putih. Namun setelah terbentuk, banyak yang tidak tahu tindak lanjutnya, termasuk pembinaan dari dinas.
“Waktu program dibuka, masyarakat berlomba-lomba mengusulkan. Tapi setelah selesai, banyak yang tanya bagaimana kelanjutannya. Itu banyak muncul dalam reses,” ujarnya.
Ia juga menyebut beberapa contoh koperasi yang sudah berjalan, seperti koperasi sayur, kedai kebutuhan harian, hingga koperasi desa yang bergerak di usaha pupuk di Pinrang. Namun jumlah tersebut masih jauh dari memadai.
Terkait pendampingan hanya untuk 7 kabupaten/kota, Heriwawan menilai hal itu tidak sebanding dengan skala program yang mencakup ribuan koperasi di seluruh Sulsel.
“Anggaran pendampingannya hanya untuk 7 kabupaten. Sisanya belum tersentuh. Itu sangat terbatas untuk program sebesar ini,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa Komisi B akan terus melakukan pengawasan melalui reses dan kunjungan ke dapil. Sementara itu, pelaksanaan teknis tetap menjadi tanggung jawab dinas.
“Kami support penuh. Tapi pelaksana teknisnya ada di dinas. Kami kawal lewat reses dan pengawasan dapil, pasti temuan seperti ini akan selalu muncul,” tutup Heriwawan.

Comment