Makassar, Netral.co.id — Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan untuk menetapkan Rencana Kerja (Renja) DPRD Tahun 2026 berlangsung dalam suasana yang jauh dari semarak.
Rapat penting ini justru minim partisipasi, dengan hanya sekitar 35 dari 85 anggota dewan yang hadir, meskipun seharusnya menjadi momen strategis dalam perencanaan lembaga legislatif.
Rapat yang diadakan di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel ini menuai perhatian karena rendahnya kehadiran anggota dewan, yang seharusnya memberikan kontribusi aktif dalam pembahasan agenda strategis tersebut.
Turut hadir dalam rapat tersebut Ketua DPRD Sulsel, Rachmatika Dewi, Wakil Ketua II, Yasir Machmud, dan Wakil Ketua III, Fauzi Andi Wawo. Meskipun kehadiran pimpinan ini, mayoritas anggota dewan tampaknya tidak cukup termotivasi untuk berpartisipasi dalam rapat penting tersebut.
Ketua Tim Kerja Badan Musyawarah DPRD Sulsel, Andi Saiful mengonfirmasi bahwa rapat tersebut memang membahas penetapan Renja tahun anggaran 2026.
“Tadi merupakan penetapan keputusan rencana kerja tahun 2026,” ungkap Saiful pada wawancara, Selasa (30/9).
Renja DPRD, sebagai dokumen strategis, bukan sekadar agenda administratif tahunan. Renja menjadi acuan utama dalam merumuskan prioritas kerja legislatif, termasuk fungsi pengawasan, pembentukan peraturan daerah, dan pelaksanaan fungsi anggaran.
Kehadiran anggota dewan yang minim pada rapat ini memunculkan pertanyaan besar mengenai komitmen dan disiplin dalam lembaga tersebut.
Lembaga pemantau parlemen KOPEL Indonesia Wilayah Sulsel, Andi Fadli Ahmad menilai ketidakhadiran mayoritas anggota dewan menunjukkan dua masalah mendasar: krisis komitmen politik dan rendahnya kesadaran representatif terhadap mandat rakyat.
“Minimnya kehadiran ini menunjukkan adanya krisis komitmen dan etika politik di DPRD Sulsel. Ini adalah alarm keras bagi kondisi kelembagaan parlemen kita,” tegas Fadli.
KOPEL juga mendesak Badan Kehormatan DPRD Sulsel untuk melakukan pemantauan ketat terhadap kehadiran anggota dalam setiap rapat strategis serta mempertimbangkan sanksi etik bagi anggota yang sering abai.
Selain itu, partai politik pengusung diminta untuk lebih memperhatikan kader-kader DPRD yang tidak menjalankan fungsi representasi dengan baik.
“Minimnya kehadiran dalam rapat paripurna ini mempertegas tantangan serius yang tengah dihadapi DPRD Sulsel dalam menjaga integritas kelembagaan serta kepercayaan publik,” ujar Fadli.
KOPEL Indonesia juga menekankan pentingnya perbaikan kultur politik di parlemen daerah agar DPRD menjadi lembaga yang benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elite.
Comment