Makassar, Netral.co.id – Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Jufri Rahman, menerima kunjungan Komite II DPD RI dalam rangka pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Senin (22/9/2025).
Kunjungan ini menjadi wadah diskusi terbuka yang menghadirkan perwakilan kementerian terkait, OPD, kepala daerah dari kabupaten penghasil tambang, akademisi, perusahaan, hingga masyarakat adat. Topik yang dibahas meliputi kondisi terkini, tantangan, dan arah kebijakan pengelolaan pertambangan di Sulawesi Selatan.
Jufri Rahman menegaskan bahwa sektor pertambangan memegang peran strategis dalam pembangunan daerah. “Dalam lima tahun terakhir, sektor pertambangan dan penggalian konsisten memberi kontribusi, rata-rata lebih dari 10 persen terhadap PDRB Sulawesi Selatan,” ujarnya.
Ia menilai lahirnya UU 2/2025 merupakan langkah penting memperkuat tata kelola pertambangan nasional. Namun, Jufri menekankan bahwa potensi pertambangan harus diimbangi dengan tata kelola berkelanjutan. “Kita perlu memastikan nilai tambah daerah agar hasil tambang membawa kesejahteraan nyata melalui PAD, lapangan kerja, penguatan UMKM, dan menjaga kelestarian lingkungan dengan reklamasi pasca-tambang serta penerapan green mining,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mendorong sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. “Sulawesi Selatan jangan hanya dikenal sebagai penghasil bahan tambang, tetapi juga pusat hilirisasi, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan,” tambahnya.
Pimpinan Komite II DPD RI, A. Abd. Waris Halid, menegaskan peran DPD RI dalam mengawasi implementasi undang-undang sebagaimana diamanatkan Pasal 22D ayat (3) UUD 1945. “Kami ingin memastikan pelaksanaan UU Pertambangan berjalan sesuai prinsip keadilan sosial, keberlanjutan, dan kearifan lokal,” jelasnya.
Dari hasil diskusi bersama pemangku kepentingan, disepakati tiga rekomendasi utama:
- Penguatan implementasi UU 2/2025 dan hilirisasi pertambangan, termasuk penetapan wilayah tambang, peningkatan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
- Peningkatan tata kelola sosial-lingkungan, meliputi pengelolaan pasca-tambang, perlindungan tanah ulayat, dan pelibatan masyarakat adat.
- Penguatan sinergi lintas pihak, baik pusat, daerah, perusahaan, maupun masyarakat, termasuk optimalisasi program CSR, pelestarian budaya, dan pemberdayaan tenaga kerja lokal.
Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri untuk menjadikan pertambangan sebagai instrumen pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Comment