Rakyat Dipajaki, DPR Panen Tunjangan: Potret Kesenjangan yang Kian Menganga

Di tengah lonjakan kemiskinan perkotaan dan gelombang protes rakyat terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), para anggota DPR justru menikmati sederet kenaikan tunjangan dengan nilai fantastis.

Sejumlah anggota DPR RI sedang menjalankan rapat di gedung senayan. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Di tengah lonjakan kemiskinan perkotaan dan gelombang protes rakyat terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), para anggota DPR justru menikmati sederet kenaikan tunjangan dengan nilai fantastis.

Tunjangan bensin anggota dewan yang semula Rp4–5 juta kini naik menjadi Rp7 juta per bulan. Tunjangan beras pun ikut bertambah, dari Rp10 juta menjadi Rp12 juta per bulan. Selain itu, mereka juga menerima tunjangan jabatan Rp9,7 juta, tunjangan komunikasi Rp15,5 juta, hingga tunjangan kehormatan Rp5,58 juta.

Belum berhenti di situ, setiap anggota DPR juga mendapat kompensasi Rp50 juta per bulan akibat dihapusnya fasilitas rumah dinas. Alhasil, take home pay anggota dewan dapat menembus lebih dari Rp100 juta setiap bulannya.

“Kan tidak dapat rumah. Jadi take home pay itu lebih dari Rp100 juta, so what gitu loh,” ujar Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Selasa (12/8/2025).

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Adies Kadir beralasan kenaikan tunjangan sekadar bentuk penyesuaian biaya hidup. Ia bahkan berterima kasih kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani yang telah menyetujui tambahan tunjangan tersebut.

Padahal, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya Rp78,6 juta per tahun, atau sekitar Rp215 ribu per hari. Nilai itu jauh dari penghasilan anggota dewan yang bisa mencapai Rp3 juta per hari.

Situasi kontras terjadi di akar rumput. Warga di berbagai daerah turun ke jalan menolak kenaikan PBB yang melonjak tajam. Di Cirebon, tarif pajak bahkan naik hingga 1.000 persen, disusul protes besar-besaran warga Jombang, Pati, Semarang, Banyuwangi, hingga Bone.

Di Bone, ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bone Tolak Pajak 300 Persen sempat bentrok dengan aparat saat memprotes kebijakan tersebut. Aksi itu membuat pemerintah daerah akhirnya menunda kenaikan tarif PBB.

Ironisnya, kenaikan pajak dan aksi efisiensi pemerintah justru dibarengi dengan bertambahnya fasilitas dan tunjangan bagi wakil rakyat di Senayan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius: keadilan untuk siapa sesungguhnya?

Comment