Dua Lembaga Usut Skandal Korupsi di Pertamina, Total Potensi Kerugian Capai Rp 200 Triliun

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menyelidiki dua kasus dugaan korupsi besar yang terjadi di lingkungan anak usaha PT Pertamina. Meski sama-sama menyoroti sektor energi, kedua lembaga penegak hukum itu menangani perkara berbeda dengan nilai kerugian negara yang sangat signifikan.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Budi Prasetyo. (Foto: Antara)

Jakarta, Netral.co.idKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menyelidiki dua kasus dugaan korupsi besar yang terjadi di lingkungan anak usaha PT Pertamina. Meski sama-sama menyoroti sektor energi, kedua lembaga penegak hukum itu menangani perkara berbeda dengan nilai kerugian negara yang sangat signifikan.

KPK memulai penyidikan baru terhadap dugaan korupsi dalam pengelolaan investasi modal dan pinjaman jangka panjang di PPT Energy Trading Co. Ltd, anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura, untuk periode 2015–2022.

“Surat perintah penyidikan sudah diterbitkan pada Juli 2025,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu, (30/7/2025).

Dalam proses penyidikan, KPK juga mengajukan pelarangan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang, yakni MH dari PPT ET, serta dua pihak swasta berinisial MZ dan OA. Masa pencegahan berlaku mulai 24 Juli selama enam bulan.

Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi pengadaan dan penjualan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG), yang sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan. LNG yang dibeli Pertamina dari perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi, kemudian dijual oleh PPT Energy Trading ke pasar internasional meski harga jualnya di bawah pasar.

Akibat praktik tersebut, negara diperkirakan merugi sebesar US$113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun. Karen Agustiawan telah divonis 13 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada Februari 2025.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam kurun waktu 2018–2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung menyebutkan bahwa modus korupsi dilakukan dengan cara merekayasa rapat optimalisasi hilir agar produksi kilang domestik diturunkan. Hal ini menyebabkan minyak mentah produksi dalam negeri tidak terserap, sehingga justru dilakukan impor oleh Pertamina dan anak usahanya.

Selain menolak minyak dalam negeri dengan dalih spesifikasi tidak sesuai, oknum direksi disebut sengaja memuluskan impor melalui kerja sama dengan pihak swasta. Akibat praktik ini, negara ditaksir merugi hampir Rp 200 triliun.

Sebanyak 18 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk pengusaha minyak Riza Chalid dan putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza.

Comment