Mahfud Md Soroti Wamen Rangkap Komisaris: Langgar Putusan MK dan Berpotensi Korupsi

Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyoroti putusan pengadilan terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam perkara korupsi impor gula. Dalam perbincangannya bersama Novel Baswedan.

Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Menko Polhukam, Mahfud Md. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.idPakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengkritik praktik rangkap jabatan yang dilakukan sejumlah wakil menteri (wamen) sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN). Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan berpotensi mengandung unsur tindak pidana korupsi.

“MK sudah menyatakan dengan jelas bahwa larangan bagi menteri juga berlaku untuk wamen, karena keduanya termasuk jabatan politik, bukan jabatan karier,” tegas Mahfud dalam wawancara di kanal YouTube Hendri Satrio Official, Sabtu (26/7/2025).

Menurut Mahfud, pengangkatan wamen sebagai komisaris di BUMN, termasuk melalui perusahaan seperti Danantara, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan, apalagi jika pejabat berasal dari lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung atau KPK.

“Kalau sudah tahu dilarang tapi tetap ambil gaji, itu memperkaya diri sendiri. Yang mengangkat juga memperkaya orang lain dan merugikan negara,” ujarnya.

Ketika ditanya soal kemungkinan unsur korupsi dalam kasus ini, Mahfud menyebut bahwa tindakan tersebut dapat dijerat melalui Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana secara bersama-sama. Ia menegaskan bahwa meski hanya tercantum dalam pertimbangan putusan MK, hal itu tetap memiliki kekuatan hukum.

“Alasannya sering ‘itu kan cuma pertimbangan, bukan amar’. Padahal dalam hukum, pertimbangan itu bagian dari substansi hukum juga. Itu disebut memorie van toelichting,” jelas Mahfud.

Ia pun menilai pemerintah cenderung mengabaikan putusan MK tersebut dan menyebut sikap itu sebagai “bom waktu” yang akan berdampak serius terhadap penegakan hukum dan kepercayaan publik.

“Kalau dibiarkan, akan terjadi normalisasi pelanggaran hukum. Ini bisa membuka ruang akomodasi politik yang tidak sehat,” tandasnya.

Mahfud juga mengingatkan potensi eskalasi jika praktik ini terus dilanjutkan, termasuk kemungkinan membengkaknya jumlah wamen dengan jabatan tambahan sebagai komisaris.

“Bayangkan nanti kalau wamen jadi 200 orang, semua diberi jabatan tambahan, ini akan berbahaya,” katanya.

Ia menyarankan agar pemerintah mencari solusi lain tanpa melanggar hukum. Mahfud bahkan menyebut pernah berdiskusi dengan KPK untuk merumuskan aturan teknis yang dapat mengantisipasi penyalahgunaan wewenang akibat rangkap jabatan.

“Kalau pemerintah mau serius, mari hentikan ini sekarang. Kalau perlu beri kompensasi lain, tapi jangan sampai merangkap jabatan. Apalagi ini sudah jelas ada putusan MK,” pungkas Mahfud.

Comment