Isu Transfer Data ke AS, DPR Ingatkan Pemerintah Tidak Lengah Jaga Kedaulatan Digital

Rencana transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat dalam kerangka kerja sama perdagangan digital antarnegara memicu kekhawatiran sejumlah kalangan. Salah satunya datang dari anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji, yang menegaskan pentingnya pemerintah untuk tetap mengedepankan kedaulatan hukum nasional.

Anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Rencana transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat dalam kerangka kerja sama perdagangan digital antarnegara memicu kekhawatiran sejumlah kalangan. Salah satunya datang dari anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji, yang menegaskan pentingnya pemerintah untuk tetap mengedepankan kedaulatan hukum nasional.

Menurut Sarmuji, meskipun Indonesia dan Amerika Serikat telah menyepakati penghapusan hambatan perdagangan digital, hal itu tidak boleh mengabaikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai payung hukum utama perlindungan data warga negara.

“Saya yakin pemerintah tidak akan melanggar UU PDP. Transfer data harus tetap dalam koridor hukum nasional dan menjamin hak-hak privasi warga,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Pernyataan ini merespons pengumuman Gedung Putih, Selasa lalu (22/7/2025), yang menyebut kesepakatan digital dengan Indonesia memungkinkan pemindahan data pribadi lintas negara. Namun Sarmuji menegaskan, justru pernyataan resmi itu menunjukkan bahwa Amerika Serikat tunduk pada hukum Indonesia.

“Gedung Putih secara eksplisit menyatakan bahwa Amerika mengakui perlindungan data Indonesia sebagai yurisdiksi yang memadai. Artinya, yang tunduk adalah pihak asing, bukan Indonesia,” jelas politisi Partai Golkar itu.

Mengutip penjelasan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Sarmuji menegaskan bahwa kesepakatan ini bukan penyerahan data secara bebas, melainkan mekanisme tata kelola yang legal, aman, dan selektif.

“Transfer data akan berada di bawah pengawasan otoritas Indonesia dan dilakukan dengan sangat terukur. Ini bukan soal menyerahkan, tapi memperkuat kendali kita atas data,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan bahwa pengaliran data lintas negara bukan hal baru dalam ekosistem digital global. Negara-negara maju telah menerapkan mekanisme serupa dengan tetap melindungi hak warga negaranya.

“Praktik ini bisa memberi keuntungan jika dikelola dengan tepat. Kesepakatan ini bisa menjadi instrumen untuk memperkuat proteksi bagi pengguna Indonesia yang memakai layanan digital dari perusahaan-perusahaan Amerika,” terangnya.

Namun, Sarmuji mengingatkan bahwa proses ini belum bersifat final. Ia menyebut masih ada tahapan pembicaraan teknis yang sedang berlangsung sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo dan rilis resmi dari Gedung Putih.

“Masih ada ruang untuk pengawasan publik. DPR akan mengawal proses ini agar tidak melenceng dari prinsip-prinsip kedaulatan digital,” katanya.

Sebagai penutup, Sarmuji meminta pemerintah agar lebih proaktif memberikan edukasi dan penjelasan menyeluruh kepada masyarakat terkait manfaat dan risiko kerja sama digital ini.

“Isu data pribadi sangat sensitif. Jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman yang justru melemahkan kepercayaan publik. Pemerintah harus transparan dan komunikatif,” tegasnya.

Comment