Jakarta, Netral.co.id – Menjelang pembacaan vonis terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus perintangan penyidikan dan suap terkait Harun Masiku, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Prasward Nugraha menyerukan agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tetap objektif.
Menurut Prasward, perkara ini bukan muncul secara tiba-tiba. Ia menilai proses penanganan kasus Harun Masiku telah melalui perjalanan panjang sejak operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 di era kepemimpinan Firli Bahuri, hingga pemecatan 57 pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK). Ia mengkritisi bahwa Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2024 oleh pimpinan baru KPK, Setyo Budiyanto.
“Majelis hakim harus melihat kasus ini secara jernih, sebab proses penyidikan terhadap Harun Masiku dan Hasto bukan perkara yang baru dimulai kemarin,” ujar Prasward kepada Inilah.com, Kamis (24/7/2025).
Selama persidangan sejak Maret 2025, Prasward menilai banyak fakta yang terungkap mengindikasikan adanya intervensi politis dalam proses hukum. Salah satunya, menurut dia, adalah kesaksian penyidik Rossa Purbo Bekti yang mengungkap adanya tekanan terhadap penyidik hingga berujung pada pemecatan sejumlah pegawai KPK.
Ia menegaskan bahwa putusan hakim terhadap Hasto akan menjadi indikator penting atas kesungguhan dalam pemberantasan korupsi.
“Jika Hasto dinyatakan bersalah, itu akan menjadi bukti integritas hukum. Tapi jika dibebaskan, maka hal tersebut justru akan menegaskan adanya intervensi politik dalam proses peradilan kita,” tegasnya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dijadwalkan akan membacakan putusan terhadap Hasto pada Jumat, 25 Juli 2025, usai salat Jumat. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto.
Jaksa Penuntut Umum KPK sebelumnya telah menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara serta denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai pledoi dari tim penasihat hukum Hasto tidak berdasar dan harus ditolak.
Dalam dakwaannya, Hasto dituduh menghalangi proses penyidikan kasus suap yang menyeret Harun Masiku. Ia diduga memerintahkan perusakan barang bukti berupa ponsel melalui Nur Hasan dan ajudannya, Kusnadi. Selain itu, ia didakwa ikut serta dalam pemberian suap sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada anggota KPU Wahyu Setiawan, bersama Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri.
Atas tindakannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor, serta pasal-pasal dalam KUHP terkait penyertaan dan perbuatan berlanjut.
Comment