London, Netral.co.id – Puluhan anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris mendesak pemerintah agar segera mengakui Palestina sebagai negara merdeka serta mengambil langkah nyata untuk menghentikan kekerasan yang mereka sebut sebagai bentuk “pembersihan etnis” di Gaza.
Dilaporkan The Guardian, sebanyak 59 legislator lintas faksi dari Partai Buruh dari kalangan sentris hingga sayap kiri menandatangani surat terbuka yang dikirim kepada Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy pada Kamis (10/7). Surat itu digagas oleh kelompok Labour Friends of Palestine and the Middle East.
Dalam surat tersebut, para legislator menyatakan keprihatinan mendalam atas rencana Israel membangun “kota kemanusiaan” berupa kamp tenda di reruntuhan Rafah, selatan Jalur Gaza, sebagai tempat relokasi paksa warga sipil Palestina.
“Dengan rasa urgensi dan keprihatinan yang mendalam, kami menulis kepada Anda terkait pengumuman kepala pertahanan Israel… yang akan memindahkan secara paksa seluruh warga sipil Palestina di Gaza ke kamp di Rafah tanpa alternatif,” kutipan isi surat tersebut.
Para anggota parlemen menilai tindakan itu sebagai bagian dari strategi sistematis untuk menghapus eksistensi Palestina dan menyebutnya sebagai bentuk pembersihan etnis yang tidak bisa ditoleransi oleh komunitas internasional.
Mereka juga menuntut pemerintah Inggris lebih dari sekadar mengembalikan pendanaan untuk UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) atau menyuarakan pembebasan sandera. Mereka mendesak diberlakukannya blokade perdagangan atas produk-produk dari permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, sebagai bentuk tekanan nyata.
Lebih lanjut, mereka mengingatkan bahwa tidak mengakui negara Palestina justru bertentangan dengan kebijakan Inggris sendiri soal solusi dua negara. Hal itu, menurut mereka, berisiko memperkuat status quo yang pada akhirnya berujung pada penghapusan wilayah Palestina secara de facto.
Desakan ini memperlihatkan meningkatnya tekanan politik di Inggris agar pemerintah mengambil sikap lebih tegas dalam konflik Israel-Palestina yang semakin memburuk, terlebih di tengah krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di Gaza.
Comment