Komisi III DPR: Pasal yang Sudah Diketok dalam RUU KUHAP Tak Bisa Diubah

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang telah disetujui dalam rapat Panitia Kerja (Panja) tidak dapat diubah kembali. Penegasan itu disampaikannya usai pengesahan sejumlah ketentuan dalam DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), termasuk penguatan peran advokat dalam proses hukum.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang telah disetujui dalam rapat Panitia Kerja (Panja) tidak dapat diubah kembali. Penegasan itu disampaikannya usai pengesahan sejumlah ketentuan dalam DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), termasuk penguatan peran advokat dalam proses hukum.

“Pasal-pasal yang sudah diketok tidak akan berubah lagi. Secara logika formal, itu sudah representatif karena diambil melalui musyawarah fraksi yang proporsional,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa seluruh fraksi telah terwakili dalam Panja, di antaranya PDI Perjuangan dengan 4 anggota, Gerindra 3, dan Golkar 4. Komposisi ini disebut mencerminkan proporsionalitas kekuatan politik di parlemen.

Salah satu poin penting yang telah disepakati adalah penguatan posisi advokat dalam pendampingan hukum. Dalam RUU KUHAP terbaru, peran advokat tak lagi terbatas hanya mencatat dan duduk pasif di ruang pemeriksaan.

“Advokat bisa aktif, bahkan ada ayat khusus yang memberi hak menyatakan keberatan jika terjadi intimidasi atau pertanyaan menggiring. Keberatan itu wajib dimasukkan ke dalam berita acara,” jelasnya.

Menurut Habiburokhman, aturan baru ini akan memperkuat perlindungan hukum bagi warga negara dan menciptakan proses hukum yang lebih adil. Ia juga menegaskan bahwa hak pendampingan hukum kini berlaku lebih luas, bukan hanya untuk terdakwa atau tersangka.

“Semua pihak yang dimintai keterangan oleh penegak hukum baik saksi, orang yang baru diklarifikasi, maupun yang baru dimintakan informasi boleh didampingi oleh advokat atau bantuan hukum,” tambahnya.

Ia menyimpulkan bahwa perubahan dalam KUHAP ini merupakan upaya konkret untuk mewujudkan keseimbangan antara kewenangan aparat penegak hukum dan perlindungan hak asasi warga negara.

Comment