Jakarta, Netral.co.id — Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, mempertanyakan urgensi pengangkatan tenaga ahli dan staf khusus oleh kepala daerah di sejumlah wilayah.
Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian PAN-RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang digelar Senin 30 Juli 2025 di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
RDP tersebut turut dihadiri para gubernur, bupati, dan wali kota dari seluruh Indonesia secara virtual melalui Zoom.
Taufan mengungkapkan, dirinya menerima berbagai keluhan masyarakat terkait pengangkatan tenaga ahli dan staf khusus di daerah yang dinilai tidak memiliki dasar kebutuhan yang jelas.
“Kami ingin tegaskan melalui forum ini, agar BKN, Kemenpan-RB, dan Kemendagri memberikan kejelasan serta ketegasan aturan kepada kepala daerah. Apalagi sebelumnya Kepala BKN juga sudah mengingatkan agar tidak ada pengangkatan semacam itu,” ujar politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Taufan menyoroti bahwa setiap pengangkatan tenaga non-struktural seperti staf khusus tentu membawa konsekuensi fiskal bagi daerah.
Ia meminta pemerintah pusat memastikan bahwa pengangkatan tersebut bukan hanya didasari keinginan subjektif kepala daerah.
“Kalau tidak berdasarkan kebutuhan yang terukur, pengangkatan seperti ini bisa menjadi beban anggaran. Kalau memang boleh, perlu ada batasan yang jelas. Tapi jika tidak boleh, harus ada sanksi agar kepala daerah patuh,” tegasnya.
Sebagai Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan, Taufan juga menyoroti keberpihakan anggaran daerah yang semestinya lebih memprioritaskan pembiayaan terhadap pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang saat ini tengah dalam proses penyesuaian hak-hak keuangannya.
Dalam rapat tersebut, Taufan mendesak ketiga kementerian/lembaga terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan membuat regulasi yang lebih tegas dan mengikat, guna mencegah terjadinya praktik pengangkatan tenaga ahli tanpa dasar yang kuat.
“Kita sudah berikan target, bahwa anggaran belanja pegawai tidak boleh melebihi 30 persen dari total APBD. Maka jangan sampai ruang fiskal daerah terkuras hanya karena kebijakan yang tidak tepat sasaran,” pungkasnya.
RDP ini menjadi bagian dari agenda pengawasan DPR terhadap tata kelola kepegawaian di daerah, termasuk optimalisasi rekrutmen PPPK dan efisiensi struktur organisasi birokrasi.
Comment